Translate

Khamis, 20 Mei 2010

Transplantasi Ulama Mesir Halalkan Transplantasi Organ Tubuh

Transplantasi
Ulama Mesir Halalkan Transplantasi Organ Tubuh

Kairo, 14 Desember 2002 04:22
Para dokter di Mesir kini tak ragu lagi melakukan pemindahan organ tubuh manusia setelah para ulama menghalalkan proses tranplantasi tubuh manusia. Sekumpulan dokter spesialis pencangkokan Mesir dijadwalkan pada Maret 2003 untuk pertama kali melakukan transplantasi liver guna menanggulangi penyakit liver yang kian meningkat di negeri ini, demikian keterangan Kementerian Kesehatan Mesir yang disiarkan, Jumat.

Sekjen RS Mesir, Prof Dr Abdul Hamid Abaza, dalam simposium tentang tranplantasi di Kairo pada hari Kamis (12/12) mengemukakan, program tranplantasi di rumah sakit tertentu akan mendapat pengawasan langsung secara ketat oleh kementerian kesehatan setempat.

Menurut Prof Abaza, praktek pencangkokan liver ini adalah murni dilakukan oleh dokter spesialis Mesir, tanpa bantuan dari dokter negara asing.

Pakar transplantasi asal Mesir, Prof Dr Sami Rashwan yang kini menjadi kepala unit tranplantasi pada RS Oklahoma, Amerika Serikat, mendukung program pencakokan liver itu.

Sebelumnya, terjadi polemik antara para ulama Mesir menyangkut halal-haramnya pencangkokan organ tubuh manusia. Polemik itu berhenti setelah, Dewan Riset Hukum Al-Azhar dan Darul Ifta (Lembaga Fatwa Nasional) Mesir mengelurkan fatwa menghalalkan tranplantasi tersebut.

Atas dukungan ulama, negara-negara Islam seperti Mesir, Arab Saudi, Indonesia, dan Iran telah secara terbuka memaklumkan penghalalan transplantasi organ tubuh manusia dimaksud. [Dh, Ant]

JARINGAN TUBUH

TRANSPLANTASI ORGAN DAN
JARINGAN TUBUH

I.DEFINISI

Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat.
Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasie dengan kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran,namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja,karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik,yaitu dari segi agama,hokum,budaya,etika dan moral.kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi,adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor,LRD)dan donasi organ jenazah.karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait(hulum,kedokteran,sosiologi,pemuka agama,pemuka masyarakat),pemerintah dan swata.
II.JENIS-JENIS TRANSPLANTASI

Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan ,baik berupa cel,jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:

1.TRANSPLANTASI AUTOLOGUS
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi,

2.TRANSPLANTASI ALOGENIK
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga,

3.TRANSPLANTASI SINGENIK
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik,

4.TRANSPLANTASI XENOGRAFT
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.


Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak,
- Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
-Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak.
Dalam 2 dasawarsa terakhir telah dikembangkan tehnik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green. dan Parkinson


A.SEL INDUK

Berasal dari bahasa inggris (stem cell) merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdeferensiasi menjadi jenis sel lain.kemampuan tersebut memungkinkan sel induk mrnjadi sistem perbaikan tubuh dengan menyediakan sel-sel baruselama organisne bersangkutan hidup.
Peneliti medis meyakini bahwa penelitian sel induk berpotensi untuk mengubah keadan penyakit manusia deangan cara digunakan perbaikan jaringan atau organ tubuh tertentu,hal ii tampaknya belum benar-benar diwujudkan dewasa ini.
Penelitian sel induk dapat dikatakan dimulai pada tahun 1960_an setelah dilakukannya penelitian oleh ilmuan kanada,Ernest A.McCulloch dan James E.Till.

B.MACAM-MACAM SEL INDUK

Berdasarkan potensi :
• Sel induk ber-totipotensi (toti=total)
• Sel induk ber-multipotensi
• Sel induk ber-unipotensi (uni-tunggal)

Berdasarkan asalnya :
 Sel induk embrio (embrio stem cell)
 Sel induk dewasa (adult stem cell)

Menurut sumbernya transplantasi sel induk dapat dibagi menjadi :

Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow transplantation)
Sumsun tulang adalah jaringan spond yang terdapat dalam tulang-tulang besar seperti tulang pinggang,tulang dada,tulang punggung dan tulang rusuk.
Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoetik.

Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation)
Peredaran tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah sel induk yang terkandung tidak sebanyak pd sumsum tulang.untuk jumlah sel induk mencukupi suatu transplantasi.biasanya pada donor diberikan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF). Transplantasi dilakukan dengan proses yang disebut Aferesis.

Transplantasi sel induk darah tali pusat
Darah tali pusat mengandung sejulah sel induk yang bermakna dan memiliki keunggulan diatas transplantasi sel induk dari sumsum tulangatau dari darah tepi bagi pasien-pasien tertentu.Transplantasi sel induk dari darah tali pusat telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi sebuah sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.


III.ASPEK HUKUM TRANSPLANTASI

Dari segi hukum ,transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan.tetapi mendapat pengecualian hukuman,maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,dan dapat dibenarkan.

Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Pasal 1.
c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.

d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi)yang sama dan tertentu.

e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

g. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.

Pasal 10.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 11
1.Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjukolehmentri kesehatan.
2.Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan


Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2(dua) orang saksi.

Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia,dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.

Pasal 15
1.Senbelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup,calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,termasuk dokter konsultan mengenai operasi,akibat-akibatya,dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
2.Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar ,bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa oasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 33.
1.Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.
2.Transplantasi organ dan jaringan serta transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan kemanusiaan yang dilarang untuk tujjuan komersial.

Pasal 34
1.Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disaran kesehatan tertentu.
2.Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

IV.ASPEK ETIK TRANSPLANTASI
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.

Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah mencakup aspek etik,mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya,yang dilakukan oleh (2) orang doteryang tidak ada sangkt paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi,ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi,karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.

Hukum Transplantasi Organ Tubuh

Hukum Transplantasi Organ Tubuh

A. Pendahuluan
Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1597M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan, barulah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah abad. Pada tahun 1954 M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginjal kepada seorang anak yang berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.
Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw., sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) “bahwa kakeknya ‘Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), maka Nabi saw. menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam emas”. Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya (III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa ‘Utsman (bin ‘Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).
Seiring dengan perkembangan metode pencangkokan tubuh tersebut muncul beberapa pertanyaan yang mempertanyakan apakah transplantasi itu boleh dilakukan. Apakah transplantasi itu diperbolehkan dalam Islam, apakah transplantasi diperbolehkan jika si pendonor masih dalam keadaan hidup, dan beberapa pertanyaan lainnya lagi.

B. Pokok Bahasan
Transplantasi menurut Dr. Robert Woworuntu dalam bukunya Kamus Kedokteran dan Kesehatan (1993:327) berarti : Pencangkokan. Dalam Kamus Kedokteran DORLAND dijelaskan bahwa transplantasi berasal dari transplantation [trans-+ L.plantare menanam] berarti : penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun transplant berarti : 1). mentransfer jaringan dari satu bagian ke bagian lain. 2). organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain. Jadi, menurut terminologi kedokteran transplantasi berarti; “suatu proses pemindahan atau pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain”. Dalam dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau transplant; pemberi transplant disebut donor; penerima transplant disebut kost atau resipien.
Dalam prakteknya, berhasil tidaknya jaringan atau organ yang ditransplantasikan dari donor ke resipien tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya reaksi immunitas pada resipien. Penolakan jaringan atau organ oleh resipien disebabkan adanya antigen yang dimiliki oleh sel donor tetapi tidak dimiliki oleh sel resipien. Meskipun demikian, faktor tersebut tidak merupakan suatu hambatan besar dalam dunia kedokteran. Para ahli medis di lapangan masih mampu mengatasinya dengan berbagai macam cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi penolakan, seperti dengan merusak sel-sel limfosit yang dimiliki oleh resipien atau membuang organ yang memproduksi sel limfosit yaitu limpa dan thymus.
Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia bedah kedokteran modern. Dalam beberapa dekade terakhir tampaknya transplantasi semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari upaya pengembangan aplikasi terapan dan teknologi prakteknya, maupun ramainya polemik yang menyangkut kode etik dan hukum nya khususnya hukum syariah Islam.
Seperti beberapa topik yang diangkat dalam seminar berjudul “Organ Transplantation and Health Care Management From Islamic Perspective” yang diselenggarakan oleh FOKKI (Forum Kajian Kedokteran Islam Indonesia), FIMA (Federation of Islamic Medical Association) dan MUI di Universitas Yarsi pada tanggal 29-30 Juli 1996 diantaranya mengangkat persoalan tentang tata cara penetapan kepastian mati, boleh tidaknya donor mengambil imbalan, binatang sebagai alat donor, donor dari orang kafir untuk muslim/sebaliknya.
Banyak orang yang bertanya-tanya tentang hukum dan ketentuan syariah Islam mengenai transplantasi yang menyangkut berbagai kasus prakteknya serta persoalan konsepsional mendasarnya khususnya di kalangan medis, seperti kata Dr. Tarmizi yang menyoroti fenomena bahwa saat ini yang paling sesuai untuk transplantasi organ jantung manusia adalah babi (Media Dakwah, No.265 Rab. Awal 1417 H/Agustus 1996). Karena masalah ini menyangkut banyak dimensi hukum, moral, etika kemanusiaan dan berbagai aspek kehidupan maka bermunculanlah kontroversi pendapat pro-kontra mengenai kasus ini.
Pada hakekatnya, syari’ah Islam ketika berbicara tentang boleh dan tidaknya suatu masalah, tidak terpasung pada batas ‘hukum sekedar untuk hukum’. Lebih jauh dari itu, bahwa semua kaedah dan kebijakan hukum syariah Islam memiliki hikmah. Dimensi vertikalnya, sebagai media ujian iman yang menumbuhkan motivasi internal terlaksananya suatu etika dan peraturan hidup. Adapun dimensi horisontalnya adalah ia berdampak positif dan membawa kebaikan bagi kehidupan umat masunisa secara universal. Meskipun demikian, ketika para pakar hukum, pakar syariah Islam dan tokoh atau pemuka agama mengatakan bahwa praktek transplantasi pada kenyataanya adalah perlu dan sangat bermanfaat bagi kemanusiaan untuk menyelamatkan kehidupan dan dapat mengfungsikan kembali tempat organ atau jaringan tubuh manusia yang telah rusak yang oleh karenanya dibolehkan dan perlu dikembangkan, namun bagaimanapun juga perlu kajian mendalam lebih lanjut agar dalam prakteknya tetap dalam koridor kaedah syari’ah, tidak melenceng dari tujuan kemanusiaan serta menghindari kasus penyalahgunaan, distorsi pelacuran medis dan eksploitasi rendah yang menjadikannya komoditi dan ajang bisnis sehingga justri menampilkan perilaku tidak manusiawi.
Secara prinsip syariah secara global, mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ ataupun jaringan. Dalam simposium Nasional II mengenai masalah “Transplantasi Organ” yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara lain wakil dari PB NU, PP Muhammadiyah, MUI disetujui pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia. Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh DR. Quraisy Syihab bahwa; “Prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan.” selain itu KH. Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu “hurmatul hayyi a’dhamu min hurmatil mayyiti” (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.)
Lebih rinci, masalah transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan menjadi dua bagian besar pembahasan yaitu : Pertama : Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh yang sama. Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain yang dirinci lagi menjadi dua persoalan yaitu: A). Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain baik yang masih hidup maupun sudah mati, dan B). Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang baik yang tidak najis/halal maupun yang najis/haram.
Masalah pertama yaitu seperti praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. (Dr. Al-Ghossal dalam Naql wa Zar’ul A’dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A’dha : 126 ).
Adapun masalah kedua yaitu penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain maka dapat kita lihat persoalannya apabila jaringan/organ tersebut diambil dari orang lain yang masih hidup, maka dapat kita temukan dua kasus.
Kasus Pertama : Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh yaitu berdasarkan firman Allah Swt dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah:195, An-Nisa’:29, dan Al-Maidah:2 tentang larangan menyiksa ataupun membinasakan diri sendiri serta bersekongkol dalam pelanggaran.
Kasus kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah. Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan selama memenuhi persyaratannya yaitu:
1. Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding.
2. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan
3. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat. 4.Boleh dilakukan bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat besar. (Lihat: Mudzakarah Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)
Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan diantaranya: dapat merusak fisik luar manusia, mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup dan transplantasi ini tidak dinilai darurat, serta dapat mengacaukan garis keturunan. Sebab menurut ahli kedokteran, organ ini punya pengaruh dalam menurunkan sifat genetis. (Ensiklopedi Kedokteran Modern, edisi bahasa Arab III/ 583, Dr. Albairum, Ensiklopedi Kedokteran Arab, hal 134.)
Adapun masalah penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari orang mati yang kondisinya benar-benar telah mati secara devinif dan medis. Organ/jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. Maka hal ini secara prinsip syariah membolehkannya berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi:9-12 dan berdasarkan kaedah fiqih diantaranya: ” Suatu hal yang telah yakin tidak dapat dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin “, ” Dasar pengambilan hukum adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti perubahannya.”
Berbagai hasil muktamar dan fatwa lembaga-lembaga Islam internasional yang berkomperten membolehkan praktek transplantasi jenis ini diantaranya konperensi OKI (Malaysia, April 1969 M ) dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan, Lembaga Fikih Islam dari Liga Dunia Islam (Mekkah, Januari 1985 M.), Majlis Ulama Arab Saudi (SK. No.99 tgl. 6/11/1402 H.) dan Panitia Tetap Fawa Ulama dari negara-negara Islam seperti Kerajaan Yordania dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan:
1. harus dengan persetujuan orang tua mayit.
2. hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat.
3. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur (tanpa transaksi dan kontrak jual-beli). Demikian pula negara Kuwait (menurut SK Dirjen Fatwa Dept. Wakaf dan Urusan Islam no.97 tahun 1405 H. ), Mesir. (SK. Panitia Tetap Fatwa Al-Azhar no. 491), dan Al-Jazair (SK Panitia Tetap Fatwa Lembaga Tinggi Islam Aljazair, 20/4/1972).
Disamping itu banyak fatwa ulama bertaraf internasional yang membolehkan praktek tersebut diantaranya: Abdurrahman bin Sa’di ( 1307-1367H.), Ibrahim Alyakubi ( dalam bukunya Syifa Alqobarih ), Jadal Haq (Mufti Mesir dalam majalah Al-Azhar vol. 7 edisi Romadhon 1403), DR. Yusuf Qordhowi (Fatawa Mu’ashiroh II/530 ), DR. Ahmad Syarofuddin ( hal. 128 ), DR. Rouf Syalabi ( harian Syarq Ausath, edisi 3725, Rabu 8/2/1989 ), DR. Abd. Jalil Syalabi (harian Syarq Ausath edisi 3725, 8/2/1989M.), DR. Mahmud As-Sarthowi (Zar’ul A’dho, Yordania), DR. Hasyim Jamil (majalah Risalah Islamiyah, edisi 212 hal. 69).
Alasan mereka membolehkannya berdasarkan pada; a. ayat al-Qur’an yang membolehkan mengkonsumsi barang-barang haram dalam kondisi benar-benar darurat. (QS. Al-Baqarah:173, Al-Maidah:3, Al-An’am:119,145, b. anjuran al-Qur’an untuk merawat dan meningkatkan kehidupan (QS. Al-Maidah: 32.c. ayat-ayat tentang keringanan dan kemudahan dalam Islam (QS.2:185, 4:28, 5:6, 22:78), d. hal itu sebagai amal jariyah bagi donatur yang telah mati dan sangat berguna bagi kemanusiaan. e. Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang berlaku ‘itsaar’ tanpa pamrih dan dengan tidak sengaja membahayakan dirinya atau membinasakannya.(QS. 95:9) f. Kaedah-kaedah umum hukum Islam yang mengharuskan dihilangkannya segala bahaya.
Masalah penanaman jaringan/organ yang diambil dari tubuh binatang , maka dapat kita lihat dua kasus yaitu;
Kasus Pertama: Binatang tersebut tidak najis/halal, seperti binatang ternak (sapi, kerbau, kambing ). Dalam hal ini tidak ada larangan bahkan diperbolehkan dan termasuk dalam kategori obat yang mana kita diperintahkan Nabi untuk mencarinya bagi yang sakit.
Kasus Kedua : Binatang tersebut najis/ haram seperti, babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara islami terlebih dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat. dan tidak ada pilihan lain. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram.” Dalam kaedah fiqh disebutkan “Adh Dharurat Tubihul Mahdhuraat” (darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram) atau kaedah “Adh Dhararu Yuzaal” (Bahaya harus dihilangkan) yang mengacu surat Al Maidah: 3. “Adh Dharurat Tuqaddar Biqadarihaa” (Peertimbangan kondisi darurat harus dibatasi sekedarnya) Al Baqarah: 173 (Majma’ Annahr : II/535, An-Nawawi dalam Al-Majmu’ : III/138 ).
C. Komentar
Penulis setuju jika transplantasi organ tubuh dilakukan ketika pendonor sudah dalam keadaan benar-benar telah meninggal/mati secara medis. Kemudian organ atau jaringan tubuh yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. Namun dengan syarat sebagai berikut: Harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit itu sendiri; Hanya bila dirasa si penerima benar-benar memerlukan dan darurat; dan Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur ( tanpa transaksi dan kontrak jual-beli ).
Kemudian penulis tidak setuju jika transplantasi itu dilakukan ketika pendonor masih dalam keadaan hidup sehat. Hal ini dapat berakibat fatal bagi pendonor yaitu beresiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya organ yang didonorkan tersebut misalnya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu. Firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 195 :
     
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”

Kemudian dalam kaidah hukum Islam. “menghindari kerusakan/resiko didahulukan atas menarik kemaslahatan”. Misalnya, menolong orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang bisa berakibat fatal bagi dirinya, tidak dibolehkan dalam Islam. “bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya”.

D. Penutup
1. Kesimpulan
Transplantasi berarti; “suatu proses pemindahan atau pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain”.
praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. (Dr. Al-Ghossal dalam Naql wa Zar’ul A’dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A’dha : 126 ).
Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh yaitu berdasarkan firman Allah Swt dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah:195, An-Nisa’:29, dan Al-Maidah:2 tentang larangan menyiksa ataupun membinasakan diri sendiri serta bersekongkol dalam pelanggaran.
Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah. Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan selama memenuhi persyaratannya yaitu: 1). Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding. 2). Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan. 3). Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat. 4.Boleh dilakukan bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat besar. (Lihat: Mudzakarah Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)

2. Saran
praktik transplantasi yang dibolehkan yaitu dari segi Resipien (Reseptor) harus diperhatikan skala prioritas dan pertimbangan dalam memberikan donasi organ atau jaringan seperti tingkat moralitas, mental, perilaku dan track record yang menentramkan lingkungan serta baik bagi dirinya dan orang lain. (QS. Al Hujurat: 1, Ali Imran: 28, Al Mumtahanah: 8, Shaad: 28), peranan, jasa atau kiprahnya dalam kehidupan umat (QS. Shaad: 28), hubungan kekerabatan dan tali silatur rahmi ( QS. Al Ahzab: 6), tingkat kebutuhan dan kondisi gawat daruratnya dengan melihat persediaan.
Adapun dari segi Donor juga harus diperhatikan berbagai pertimbangan skala prioritas yaitu: 1). menanam jaringan/organ imitasi buatan bila memungkinkan secara medis. 2). Mengambil jaringan/organ dari tubuh orang yang sama selama memungkinkan karena dapat tumbuh kembali seperti, kulit dan lainnya. 3). Mengambil dari organ/jaringan binatang yang halal, adapun binatang lainnya dalam kondisi gawat darurat dan tidak ditemukan yang halal. 4). Mengambil dari tubuh orang yang mati dengan ketentuan seperti penjelasan di atas. 5). Mengambil dari tubuh orang yang masih hidup dengan ketentuan seperti diatas disamping orang tersebut adalah mukallaf ( baligh dan berakal ) harus berdasarkan kesadaran, pengertian, suka rela dan tanpa paksaan.
Disamping itu donor harus sehat mental dan jasmani yang tidak mengidap penyakit menular serta tidak boleh dijadikan komoditas.

DAFTAR PUSTAKA
Mahjuddin. 1990. Masailul Fiqhiyah. Kalam Mulia. Jakarta
Sejarah Transplantasi dan Hukum Donor Jaringan Tubuh menurut Islam, (http://buyung30.wordpress.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuh-menurut-islam.html), diperoleh tanggal 10 Desember 2009.
Pencangkokan Organ Tubuh – seputar masalah pencangkokan organ tubuh, (http://ahmadchem.blogspot.com/2009/09/pencangkokan-organ-tubuh.html),

transplantasi organ tubuh dan Transfusi Darah

Jajaran penerangan maupun media massa telah banyak memperbincangkan masalah transplantasi organ tubuh dan Transfusi Darah. Hal tersebut dilakukan sebagai pengantar untuk sosialisasi undang-undang khusus yang mengatur masalah ini. Tentu, sesuai dengan wasiat si mati atau dengan persetujuan ahli warisnya. Aparatur negara maupun institusi mengatur masalah ini berdasarkan asas manfaat dan maslahat. Pemerintah mencoba mempengaruhi perasaan masyarakat, serta menyentuh emosi mereka terhadap masalah ini, dengan menekankan bahwa perkara ini adalah perkara kemanusiaan. Untuk mengokohkan upaya, mereka menelikung Islam serta hukum syara’ untuk meloloskan undang-undang tersebut: undang-undang yang mengatur aktivitas transplantasi anggota tubuh manusia dan Transfusi darah. Maka, merupakan keharusan adanya penjelasan hukum syara’ terhadap masalah ini, Akan tetapi sebelum melangkah lebih jauh dalam perkara tersebut, adalah merupakan keharusan pula bahwa setiap pembahasan masalah yang didasarkan pada asas Islam, harus tunduk pada sudut pandang Islam. Artinya menurut Islam hendaknya manusia melaksanakan seluruh aktivitasnya di dalam kehidupan sejalan dengan perintah-perintah Allah maupun larangan-larangan-Nya. Bahwa standar Islam adalah halal dan haram saja dan tidak ada yang lain. Sedangkan yang dimaksud halal itu adalah apa yang dihalalkan Allah, dan haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah. Hukum halal dan haram tersebut diperoleh dari nash-nash syara’ yang diambil dari al-Kitab dan as-Sunnah, dan hal-hal yang ditunjuk oleh keduanya: (yaitu) ijma’ sahabat dan qiyas. Selanjutnya, yang halal diambil dan yang haram ditinggalkan. Sikap tersebut diambil tanpa memperhatikan lagi maslahat, atau mafsadat, juga tanpa memperhatikan lagi manfaat yang didapatkan maupun madzarat yang mungkin menimpa. Sungguh, pandangan Islam terhadap suatu masalah adalah pandangan pada manusia yang menghendaki hukum Allah (sesuai dengan kehendak Allah) terhadap masalah tersebut. Juga dengan adanya pemahaman bahwa cita-cita kemanusiaan, sosial, ekonomi pasti akan terealisir, terlepas apakah hal tersebut diketahui maupun tidak.

Allah SWT berfirman, yang artinya :

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha, 20 : 124)

Namun, apabila pandangan terhadap suatu masalah didominasi oleh sudut pandang yang bersifat manusiawi, sosial maupun ekonomi, maka berarti pemberlakuan hukum didasarkan pada akal, atau paling tidak hukum yang ditetapkan sesuai dengan visi akal. Sedangkan dalam Islam, yang dimaksud dengan membangun Islam berdasarkan akal adalah bahwa akidah Islam dibangun berdasarkan akal; ketika dalam proses memahami keberadaan Maha Pencipta yang Maha Pengatur. Juga dalam memahami bahwa al-Qur’an adalah datang dari sisi Allah SWT, dan bahwa Muhammad saw adalah Rasul Allah yang benar dan hak. Demikian pula yang dimaksud oleh Islam bahwa aktivitas akal manusia adalah untuk memahami nash-nash dari dalil-dalil yang bersifat syar’i. Bukan untuk membuat syariat maupun hukum. Adapun keterbatasan akal untuk menjangkau hal-hal yang bermanfaat bagi manusia adalah hal yang tidak lagi perlu dijelaskan. Bukankah adanya perbedaan sikap manusia terhadap satu kemaslahatan pada satu tempat (tertentu) apabila dibandingkan dengan (tempat) yang lain, atau dari satu masa dengan masa yang lain menunjukkan hal itu? Oleh karena itu benarlah pernyataan “dimana ada (pemberlakukan) syara’ disitu pasti ada maslahat”. Berdasarkan ini pula, para ulama kaum Muslim meletakkan kaidah-kaidah usul dalam mengistimbathkan hukum syara’ yang didasarkan pada tahqiq al-manath. Sedangkan yang dimaksud dengan tahqih al-manath tidak lain adalah pengkajian terhadap realita masalah, maupun kajian terhadap nash-nash syara’ yang berkaitan dengan perkara tadi. Selanjutnya dilakukan aktivitas istimbath hukum syara’ untuk memberikan solusi terhadap masalah tersebut. Adapun arahan terhadap sudut pandang maupun terpengaruhnya perasaan yang dilandaskan pada manfaat maupun maslahat, hal itu bukanlah bertahkim pada syariat Allah, tetapi bertahkim pada akal. Berdasarkan asumsi inilah pembahasan hukum transplantasi organ tubuh dan transfusi darah dilakukan.

Dari Manakah Asal Organ Tubuh

Dari Manakah Asal Organ Tubuh
Yang Diperjualbelikan di Rumah Sakit China?


China Sebagai Pusat Transplantasi Dunia

Sebuah berita mengejutkan muncul pada 5 Maret 2006 lalu. Koran mingguan milik group media Chang Chun Daily “Cinema TV Library” dengan berani menurunkan artikel berjudul “China menjadi pusat transplantasi dunia”. Artikel yang ditulis oleh Zhan Yan Hui ini mencantumkan sub-judul “Puluhan ribu pasien luar negeri menyerbu China untuk melakukan cangkok organ, yang sumbernya kebanyakan dari terpidana mati”.

Disebutkan, saat ini Orient Organ Transplant Center di kota Tianjin, China merupakan pusat transplantasi organ tubuh manusia yang terbesar di dunia. Kepala pengelola rumah sakit Lilian kepada wartawan mengatakan bahwa sejak tahun 2002, rumah sakit tersebut mulai menerima pasien dari Korea dalam jumlah besar, akibatnya prasarana rumah sakit harus dibenahi. Lantai 4 sampai 7 gedung dikhususkan untuk pasien cangkok organ, ditambah lantai 8 gedung operasi radio vascular, masih ditambah lantai 24-25 hotel-hotel di sekitar rumah sakit dipinjam sebagai ruang penampung. Itu pun masih tetap kekurangan kamar, sehingga pihak rumah sakit memutuskan untuk menambah 500 kamar, yang akan siap pakai dalam bulan Mei 2006 ini.

Jika saja sebuah rumah sakit dapat menampung sekian banyak pasien dari seluruh dunia, berapakah daya tampung pasien cangkok yang sesungguhnya di China? Sebuah harian Korea memberitakan, hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Study transplantasi Korea Utara melaporkan, tahun 1999 pasien asal Korea yang melakukan pencangkokan organ ke China berjumlah 2 orang, tahun 2000 hanya 1 orang, dan tahun 2001 meningkat sebanyak 4 orang.
Sejak 2002, jumlah pasien meningkat drastis. Berdasarkan keterangan pengurus sebuah pusat transplantasi di Beijing, jumlah pasien asal korea yang datang ke rumah sakit di Tianjin, Beijing, Shanghai, dan Hangzhou setiap bulannya mencapai 70-80 orang. Jika itu termasuk rumah sakit berskala menengah dan kecil, jumlah tersebut mencapai 1000 orang dalam setahun! Jumlah itu belum termasuk yang berasal dari Jepang, India, Malaysia, Indonesia, Saudi Arabia, Pakistan, Mesir, Amerika, Canada Hong Kong, Macao, Taiwan dan sekitar 20 negara lainnya. Dari data tersebut, tidak diragukan lagi bahwa China kini memang menjadi negara pusat penjual organ manusia terbesar di dunia sejak 2002.


Tingginya Tingkat Operasi Bukti “Stock Organ” Berlimpah

Diungkapkan juga hingga 2004, Orient Organ Transplant Center telah menyelesaikan sebanyak 1.500 kasus transplantasi, di antaranya 800 kasus cangkok ginjal. Pada 2004, hanya dalam setahun melakukan 900 kasus cangkok ginjal dan lever. Akhir 2005, kepala pusat Orient Organ Transplant Center Shen Zhong Yang mengakui telah melakukan sebanyak 650 kasus operasi. Lebih mengherankan lagi, hingga 16 Desember 2005, data yang ada menunjukan sebanyak 597 kasus, tetapi hingga 30 Desember 2005, jumlahnya berubah menjadi 650 kasus, yang itu berarti ada penambahan 53 kasus dalam waktu dua minggu.

Data tersebut hanya merupakan jumlah dari sebuah pusat transplantasi di antara sekian banyak pusat sejenis yang tersebar di China. Kita tidak tahu jumlah sebenarnya ada berapa banyak pusat pencangkokan sejenis di seluruh negeri tirai bambu itu.

Untuk mengetahui legalitas dari organ yang diperjual belikan secara besar-besaran itu sebenarnya mudah saja. Tinggal mencocokkan data yang diperoleh dari pengadilan dan departemen perhubungan, tahun dan bulan, berapa banyak dan kapan dilaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati yang sudah dijalani. Jika itu korban kecelakaan lalu lintas juga ada data lengkap nama dan usia, serta bukti persetujuan jual-beli atau donasi organ tubuhnya dari pihak keluarga korban.

Tetapi banyak kesaksian keluarga pasien yang mengatakan, organ manusia bisa didapatkan dalam waktu sangat singkat. Hanya perlu 1 atau 2 hari saja, padahal semua tahu, untuk mendapatkan organ yang cocok dengan tubuh calon penerima tidaklah semudah memilih pakaian jadi. Jika “stock” tidak benar-benar banyak, tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu sesingkat itu. Kesimpulannya, persedian organ “segar” bukan hanya banyak, tetapi “melimpah”, sepertinya bukan lagi si pasien yang menunggu organ, tetapi sebaliknya, sebenarnya organ-organ itu yang menunggu kedatangan pasien yang hendak operasi transplantasi.

Pasien yang menjalani operasi transplantasi pun sudah tidak mmpertimbangkan efek dari pencangkokan itu. Seorang ahli psychology dari Arizona State University Gary Schwartz dalam penyelidikannya selama lebih dari 20 tahun, mengatakan lebih dari 70 kasus yang ditanganinya menunjukkan adanya efek akibat transplantasi. Yakni sifat orang penerima cangkok akan berubah sesuai karakter si pendonor, bahkan sampai kepada ingatannya. Banyak kasus membuktikan, orang yang berubah sifat dan wataknya setelah menerima cangkok ginjal, lever dan jantung. Pernahkah membayangkan bagaimana jika mendapatkan donor dari seorang pembunuh?


Fakta Sebenarnya Sumber Organ

Amnesti Internasional mengklaim, negara China dalam setahun mengeksekusi 5000 orang atau lebih terpidana mati, yang kebanyakan diambil organ tubuhnya tanpa sepengetahuan keluarga setelah hukuman mati dijalankan, kemudian dijual kepada pasien dengan harga sangat tinggi. Wakil Menteri Kesehatan China Jie Fuhuang mengakui, organ tubuh yang diperjual belikan saat ini, 95% didapatkan dari tubuh terpidana mati. Hal ini merupakan pengakuan resmi pertama kalinya yang keluar dari pemerintah komunis di China, sekaligus menunjukan adanya kolusi antara pengusaha, rumah sakit dan pemerintah sekaligus yang mensahkan perdagangan organ tubuh.
Timbul pertanyaan dalam benak setiap orang, mengapa bisnis jual beli organ di China baru marak beberapa tahun belakangan ini? Jika memang setiap tahun ada 5000 orang dieksekusi mati, mengapa organ “melimpah” dimulai pada 2002, dan perdagangan organ manusia maraknya juga di tahun 2002? Pertanyaan lainnya adalah, banyak tim medis dari China yang ke luar negeri mempromosikan dan mencari pasien, serta menjamin organ selalu dalam keadaan “segar”. Angka 5000 sudah tentu tidak dapat mencukupi kebutuhan pasien yang berdatangan dari seluruh dunia, jadi berapa sebenarnya “stock segar” organ yang ada di pasaran?

Seorang wartawan Jepang asal China belum lama ini mengungkapkan, adanya kamp konsentrasi Sujiatun di kota Shenyang, Lioning. Dalam kamp ini dikumpulkan sebanyak 6000 praktisi Falun Gong, mereka disiksa hingga tak berdaya, dan diambil semua organ tubuh dalam keadaan masih hidup sekarat, kemudian mayat langsung dikremasi. Semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan pihak keluarga korban, tujuannya untuk menghilangkan bukti.
Fakta tersebut dibenarkan oleh World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong (WOIPFG). Disebutkan praktek perdagangan organ tubuh manusia hidup secara illegal tersebut sudah berjalan sejak 2001, puncaknya pada 2002, yang dikoordinir dan mendapat izin langsung dari pemerintahan pusat. Karena kekejamannya, banyak anggota tim medis yang tidak tahan, diantaranya dengan cara mengundurkan diri dan pindah ke negara demokrasi, ada yang menjadi depresi, stress, mimpi buruk bahkan nekad bunuh diri karena perasaan bersalah yang mendalam.
Sudah pasti kepastian angka korban yang organ tubuhnya dijual akan terkuak seiring dengan terungkapnya informasi rahasia yang bakal bermunculan di kemudian hari. Dan ini merupakan bukti kejahatan yang dilakukan oleh Partai Komunis China yang sekaligus menyeret pemerintahan yang dikuasainya menjadi penjahat internasional.
__________________

Secara teknologi, transplantasi organ tubuh bisa terjadi:

Hukum yg berlaku dinegara tertentu pun bisa berubah. Dulu bila seorang
muslim meninggal, organnya tidak boleh diambil utk tujuan
transplantasi. Sekarang sudah berubah dgn dikeluarkannya hukum yg
memperbolehkan donasi organ dengan syarat2 tertentu.

Banyak kemudian pertanyaan2 yg kemudian timbul dalam hal donasi /
transplantasi organ ini.

Secara teknologi, transplantasi organ tubuh bisa terjadi:
1) Dari orang yg masih hidup dan beragama Islam dan pengambilan
organ ybs tidak membahayakan hidupnya.
2) Dari orang yg masih hidup dan beragama Islam dan pengambilan
organ ybs bisa membahayakan hidupnya.
3) Idem no.1 tapi donaturnya menjual organnya untuk mendapatkan
uang karena terpaksa.
4) Idem no.1 tapi donaturnya menjual organnya untuk mendapatkan
uang bukan karena terpaksa.
5) Dari orang yg bukan muslim
6) Dari organ tubuh binatang yg halal
7) Dari organ tubuh binatang yg tidak halal misalnya babi

Namun dari pandangan hukum Islam, mana dari berbagai kemungkinan
diatas yg boleh dan tidak boleh, ataukah semuanya boleh.

Donasi organ juga bisa terjadi dalam berbagai macam keadaan. Ada
donasi organ tubuh yg tidak membahayakan sang donator, membahayakan
donator, mendonasikannya dengan tujuan mendapatkan uang karena
terpaksa atau tidak terpaksa, bukan utk tujuan mendapatkan uang
melainkan membantu sesama, dsb.

Dari sekian banyak pertanyaan diatas yg timbul, belum semuanya jelas
bagaimana pengaturannya didalam hukum Islam. Berbagai sumber yg ada
menjelaskan sebagiannya tetapi tidak menyinggung beberapa pertanyaan
lainnya. Terlampir ada beberapa artikel mengenai ini.

Jika ada teman2 yg punya pengetahuan mengenai ini dan punya referensi
tambahan yg bagus, mohon kiranya bersedia berbagi. Ini hanya utk
tujuan menambah pengetahuan saja, bukan utk tujuan lainnya.

Semoga Allah menjadikannya sebagai amal jariah dan memberikan pahala
yg berlipat ganda. Amin.

Transplantasi Organ

1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup :

Syara’ membolehkan seseorang pada saat hidupnya –dengan sukarela tanpa ada paksaan siapa pun– untuk meny umbangkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti tangan atau ginjal. Ketentuan itu dikarenakan adanya hak bagi seseorang –yang tangannya terpotong, atau tercongkel matanya akibat perbuatan orang lain– untuk mengambil diyat (tebusan), atau memaafkan orang lain yang telah memotong tangannya atau mencongkel matanya. Memaafkan pemotongan tangan atau pencongkelan mata, hakekatnya adalah tindakan menyumbangkan diyat. Sedangkan penyumbangan diyat itu berarti menetapkan adanya pemilikan diyat, yang berarti pula menetapkan adanya pemilikan organ tubuh yang akan disumbangkan dengan diyatnya itu. Adanya hak milik orang tersebut terhadap organ-organ tubuhnya berarti telah memberinya hak untuk memanfaatkan organ-organ tersebut, yang berarti ada kemubahan menyumbang kan organ tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan organ tersebut. Dan dalam hal ini Allah SWT telah membolehkan memberi kan maaf dalam masalah qishash dan berbagai diyat. Allah SWT berfirman :

“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudara nya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat.” (QS. Al Baqarah : 178)

Syarat-Syarat Penyumbangan Organ Tubuh Bagi Donor Hidup Syarat bagi kemubahan menyumbangkan organ tubuh pada saat seseorang masih hidup, ialah bahwa organ yang disum bangkan bukan merupakan organ vital yang menentukan kelang sungan hidup pihak penyumbang, seperti jantung, hati, dan kedua paru-paru. Hal ini dikarenakan penyumbangan organ-organ tersebut akan mengakibatkan kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh dirinya sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian.” (QS. An Nisaa’ : 29)

Allah SWT berfirman pula :

“…dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS. Al An’aam : 151)

Keharaman membunuh orang yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) ini mencakup membunuh orang lain dan membunuh diri sendiri. Imam Muslim meriwayatkan dari Tsabit bin Adl Dlahaak RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “…dan siapa saja yang membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu (alat/sarana), maka Allah akan menyiksa orang terse but dengan alat/sarana tersebut dalam neraka Jahannam.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Siapa saja yang menjatuhkan diri dari sebuah gunung dan membunuh dirinya sendiri, maka dia akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.”

Demikian pula seorang laki-laki tidak dibolehkan meny umbangkan dua testis (zakar), meskipun hal ini tidak akan menyebabkan kematiannya, sebab Rasulullah SAW telah melarang pengebirian/pemotongan testis (al khisha’), yang akan menye babkan kemandulan. Imam Bukahri meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud RA, dia berkata :

“Kami dahulu pernah berperang bersama Nabi SAW sementara pada kami tidak ada isteri-isteri. Kami berkata, ‘Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan pengebirian ?’ Maka beliau melarang kami untuk melakukannya.”

Hukum ini dapat diterapkan juga untuk penyumbangan satu buah testis, kendatipun hal ini tidak akan membuat penyum bangnya menjadi mandul. Ini karena sel-sel kelamin yang terdapat dalam organ-organ reproduktif –yaitu testis pada laki-laki dan indung telur pada perempuan– merupakan sub stansi yang dapat menghasilkan anak, sebab kelahiran manusia memang berasal dari sel-sel kelamin. Dalam testis terdapat sel-sel penghasil sel-sel sperma mengingat testis merupakan pabrik penghasil sel sperma. Dan testis akan tetap menjadi tempat penyimpanan –yakni pabrik penghasil sel sperma dari sel-selnya– baik testis itu tetap pada pemiliknya atau pada orang yang menerima transplantasi testis dari orang lain. Atas dasar itu, maka kromosom anak-anak dari penerima transplantasi testis, sebenarnya berasal dari orang penyum bang testis, sebab testis yang telah dia sumbangkan itulah yang telah menghasilkan sel-sel sperma yang akhirnya menjadi anak. Karena itu, anak-anak yang dilahirkan akan mewarisi sifat-sifat dari penyumbang testis dan tidak mewarisi sedi kitpun sifat-sifat penerima sumbangan testis. Jadi pihak penyumbang testislah yang secara biologis menjadi bapak mereka. Maka dari itu, tidak dibolehkan menyumbangkan satu buah testis, sebagaimana tidak dibolehkan pula menyumbangkan dua buah testis. Sebab, menyumbangkan dua buah testis akan menyebabkan kemandulan pihak penyumbang. Di samping itu, menyumbangkan satu atau dua buah testis akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab. Padahal Islam telah mengharamkan hal ini dan sebaliknya telah memerintahkan pemeliharaan nasab. Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.”

Imam Ibnu Majah meriwayatkan pula dari Utsman An Nahri RA, dia berkata, “Aku mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata,’Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad SAW :

“Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram.”

Demikian pula Islam telah melarang seorang wanita memasukkan ke dalam kaumnya nasab yang bukan dari kaumnya, dan melarang seorang laki-laki mengingkari anaknya sendiri. Imam Ad Darimi meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda tatkala turun ayat li’an :

“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).”

2. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal :

Hukum tranplanstasi organ dari seseorang yang telah mati berbeda dengan hukum transplantasi organ dari seseorang yang masih hidup. Untuk mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal, kami berpendapat bahwa tubuh orang tersebut tidak lagi dimiliki oleh seorang pun. Sebab dengan sekedar mening galnya seseorang, sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya, tubuh nya, ataupun isterinya. Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya, sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau mewasiat kan penyumbangan organ tubuhnya. Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat untuk menyumbangkannya. Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya, kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemili kannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy Syari’ (Allah) telah mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan seba gian hartanya hingga sepertiga tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin dari Asy Syari’ hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup hal-hal lain. Izin ini tidak men cakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia tidak berhak berwasiat untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya setelah kematiannya. Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah mewaris kan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan demikian, para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena mereka tidak memi liki tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit tersebut. Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa pihak penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan disumbangkan, dan bahwa dia mempunyai hak untuk memanfaatkan benda terse but. Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit tidak dimiliki oleh para ahli waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak dimiliki oleh selain ahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status mereka. Karena itu, seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaat kan salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan nya. Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terha dapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempun­yai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terha dap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehor matan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda :

“Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !”

Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

“Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang membakarnya, niscaya itu lebih baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan !”

Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup. Dan sebagaimana tidak boleh menganiaya orang hidup dengan membe dah perutnya, atau memenggal lehernya, atau mencongkel matanya, atau memecahkan tulangnya, maka begitu pula segala penganiayaan tersebut tidak boleh dilakukan terhadap mayat. Sebagaimana haram menyakiti orang hidup dengan mencaci maki, memukul, atau melukainya, maka demikian pula segala perbua tan ini haram dilakukan terhadap mayat. Hanya saja penganiayaan terhadap mayat dengan memecah kan tulangnya, memenggal lehernya, atau melukainya, tidak ada denda (dlamaan) padanya sebagaimana denda pada penga niayaan orang hidup. Sebab Rasulullah SAW tidak menetapkan adanya denda sedikit pun terhadap seseorang yang telah memecahkan tulang mayat di hadapan beliau, ketika orang itu sedang menggali kubur. Rasulullah SAW hanya memerintahkan orang itu untuk memasukkan potongan-potongan tulang yang ada ke dalam tanah. Dan Rasulullah menjelaskan kepadanya bahwa memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang hidup dari segi dosanya saja. Tindakan mencongkel mata mayat, membedah perutnya untuk diambil jantungnya, atau ginjalnya, atau hatinya, atau paru-parunya, untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya, dapat dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al Anshari ra, dia berkata, “Rasulullah SAW telah melarang (mengambil) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat musuh).”

Imam Ahmad, Imam Ibnu Majah, dan Imam An Nasai meriway atkan dari Shafwan bin ‘Asaal RA, dia berkata,”Rasulullah SAW telah mengutus kami dalam sebuah sariyah (divisi pasukan yang diutus Rasulullah), lalu beliau bersabda :

“Majulah kalian dengan nama Allah dan di jalan Allah. Maka perangilah orang-orang yang kafir terhadap Allah, dan jan ganlah kalian mencincang (mayat musuh), melakukan pengkhia natan, dan membunuh anak-anak !”

Dengan penjelasan fakta hukum mengenai pelanggaran kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya ini, maka jelaslah bahwa tidak dibolehkan membedah perut mayat dan mengambil sebuah organnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain. Ini karena tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan mayat serta merupakan penga niayaan dan pencincangan terhadapnya. Padahal melanggar kehormatan mayat dan mencincangnya telah diharamkan secara pasti oleh syara’.

Keadaan Darurat

Keadaan darurat adalah keadaan di mana Allah memboleh kan seseorang yang terpaksa –yang kehabisan bekal makanan, dan kehidupannya terancam kematian– untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah, seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain. Apakah dalam keadaan seperti ini dibolehkan mentransplantasikan salah satu organ tubuh mayat untuk menyelamatkan kehidupan orang lain, yang kelangsungan hidupnya tergantung pada organ yang akan dipindahkan kepadanya ? Untuk menjawab pertanyaan itu harus diketahui terlebih dahulu hukum darurat, sebagai langkah awal untuk dapat mengetahui hukum transplantasi organ tubuh dari orang yang sudah mati kepada orang lain yang membutuhkannya. Mengenai hukum darurat, maka Allah SWT telah memboleh kan orang yang terpaksa –yang telah kehabisan bekal maka nan, dan kehidupannya terancam kematian– untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah –seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain– hingga dia dapat mempertahankan hidupnya. Allah SWT berfir man :

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam kea daaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa atas nya.” (QS. Al Baqarah : 173)

Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri. Padahal Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian.” (QS. An Nisaa’ : 29)

Dari penjelasan di atas, dapatkah hukum darurat terse but diterapkan –dengan jalan Qiyas– pada fakta transplan­tasi organ dari orang yang sudah mati kepada orang lain yang membutuhkannya guna menyelamatkan kehidupannya ? Jawabannya memerlukan pertimbangan, sebab syarat pener apan hukum Qiyas dalam masalah ini ialah bahwa ‘illat (sebab penetapan hukum) yang ada pada masalah cabang sebagai sasa ran Qiyas –yaitu transplantasi organ– harus juga sama-sama terdapat pada masalah pokok yang menjadi sumber Qiyas –yaitu keadaan darurat bagi orang yang kehabisan bekal makanan– baik pada ‘illat yang sama, maupun pada jenis ‘illatnya. Hal ini karena Qiyas sesungguhnya adalah menerap kan hukum masalah pokok pada masalah cabang, dengan peranta raan ‘illat pada masalah pokok. Maka jika ‘illat masalah cabang tidak sama-sama terdapat pada masalah pokok –dalam sifat keumumannya atau kekhususannya– maka berarti ‘illat masalah pokok tidak terdapat pada masalah cabang. Ini be rarti hukum masalah pokok tidak dapat diterapkan pada masa lah cabang. Dalam kaitannya dengan masalah transplantasi, organ yang ditransplantasikan dapat merupakan organ vital yang diduga kuat akan dapat menyelamatkan kehidupan, seperti jantung, hati, dua ginjal, dan dua paru-paru. Dapat pula organ tersebut bukan organ vital yang dibutuhkan untuk menyelamatkan kehidupan, seperti dua mata, ginjal kedua (untuk dipindahkan kepada orang yang masih punya satu ginjal yang sehat), tangan, kaki, dan yang semisalnya. Mengenai organ yang tidak menjadi tumpuan harapan penyelamatan kehidupan dan ketiadaannya tidak akan membawa kematian, berarti ‘illat masalah pokok –yaitu menyelamatkan kehidupan– tidak terwujud pada masalah cabang (transplanta si). Dengan demikian, hukum darurat tidak dapat diterapkan pada fakta transplantasi. Atas dasar itu, maka menurut syara’ tidak dibolehkan mentransplantasikan mata, satu ginjal (untuk dipindahkan kepada orang yang masih mempunyai satu ginjal yang sehat), tangan, atau kaki, dari orang yang sudah meninggal kepada orang lain yang membutuhkannya. Sedangkan organ yang diduga kuat menjadi tumpuan hara pan penyelamatan kehidupan, maka ada dua hal yang harus diperhatikan :Pertama, ‘Illat yang terdapat pada masalah cabang (trans plantasi) –yaitu menyelamatkan dan mempertahankan kehidu pan– tidak selalu dapat dipastikan keberadaannya, berbeda halnya dengan keadaan darurat. Sebab, tindakan orang yang terpaksa untuk memakan makanan yang diharamkan Allah SWT, secara pasti akan menyelamatkan kehidupannya. Sedangkan pada transplantasi jantung, hati, dua paru-paru, atau dua ginjal, tidak secara pasti akan menyelamatkan kehidupan orang pene rima organ. Kadang-kadang jiwanya dapat diselamatkan dan kadang-kadang tidak. Ini dapat dibuktikan dengan banyak fakta yang terjadi pada orang-orang yang telah menerima transplantasi organ. Karena itu, ‘illat pada masalah cabang (transplantasi) tidak terwujud dengan sempurna.Kedua, Ada syarat lain dalam syarat-syarat masalah cabang dalam Qiyas, yaitu pada masalah cabang tidak dibenarkan ada nash lebih kuat yang bertentangan dengannya (ta’arudl raa jih), yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki oleh ‘illat Qiyas. Dalam hal ini pada masalah cabang –yakni transplantasi organ– telah terdapat nash yang lebih kuat yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki ‘illat Qiyas, yaitu keharaman melanggar kehormatan mayat, atau keharaman menganiaya dan mencincangnya. Nash yang lebih kuat ini, bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh ‘illat masalah cabang (transplantasi organ), yaitu kebolehan melakukan transplantasi. Berdasarkan dua hal di atas, maka tidak dibolehkan mentransplantasikan organ tubuh yang menjadi tumpuan harapan penyelamatan kehidupan –seperti jantung, hati, dua ginjal, dua paru-paru– dari orang yang sudah mati yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam) –baik dia seorang muslim, ataupun seorang dzimmi*, seorang mu’ahid**, dan seorang musta’min*** — kepada orang lain yang kehidupannya tergantung pada organ yang akan ditransplantasikan kepadanya.

——-*dzimmi adalah orang kafir warga negara Khilafah Islamiyah.**mu’ahid adalah seseorang warga negara tertentu yang mem punyai perjanjian dengan Khilafah.***musta’min adalah orang yang mendapat jaminan keamanan dari Khilafah.

Jawaban dikutip dari :
Abdul Qadim Zallum
Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut
Penerbit : Darul Ummah, Beirut, Libanon, Cetakan I, 1418/1997, 48 hal.Penerjemah : Sigit Purnawan Jati,

Transplantasi

Kita perlu bicarakan dulu pengertian transplantasi. Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat.

Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah perbuatan terlarang,

وَلاَتَـقْـتُـلُوْا اَنْـفُسَهُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ( النسآء : 29 )

"... dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa 4: 29)

Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah menjawab, “Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para shahabat bertanya, “Penyakit apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode pengambilan hukum disebutkan Al-Ashlu fil mu’amalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun ‘ala nahyi. (Pada prinsipnya, urusan muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau ada dalil yang melarangnya). Maksudnya, urusan duniawi silakan dilakukan selama tidak ada dalil baik Al Quran ataupun hadits yang melarangnya.

Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada dalil baik dari Al Qur’an ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan duniawi yang diperbolehkan. Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk ditransplantasi? Islam memerintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan mengharamkannya dalam dosa dan pelanggaran.

تَعَـاوَ نُـوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ( المـائـدة : 2 )

"Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah 5 :2)

Menolong orang lain adalah perbuatan mulia. Namun tetap harus memperhatikan kondisi pribadi. Artinya, tidak dibenarkan menolong orang lain yang berakibat membinasakan diri sendiri, sebagaimana firman-Nya,

وَلاَ تُـلْـقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ( البقرة : 195 )
“…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah 2: 195)

Jadi, jika menurut perhitungan medis menyumbangkan organ tubuh itu tidak membahayakan pendonor atau penyumbang, hukumnya boleh, bahkan dikategorikan ibadah kalau dilakukan secara ikhlas. Namun, bila mencelakakannya, hukumnya haram. Lalu, bagaimana dengan pemanfaatan organ tubuh manusia yang sudah meninggal? Ada dua pendapat tentang masalah ini.

Pendapat pertama mengatakan, haram memanfaatkan organ tubuh manusia yang sudah meninggal, karena sosok mayat manusia harus dihormati sebagaimana ia dihormati semasa hidupnya. Landasannya, sabda Rasulullah saw., “Memotong tulang mayat sama dengan memotong tulang manusia ketika masih hidup.” (HR. Abu Daud)

Pendapat kedua menyatakan, memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan dibolehkan dalam keadaan darurat. Alasannya, hadits riwayat Abu Daud yang melarang memotong tulang mayat tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tanpa manfaat. Apabila dilakukan untuk pengobatan, pemanfaatan organ mayat tidak dilarang karena hadits yang memerintahkan seseorang untuk mengobati penyakitnya lebih banyak dan lebih meyakinkan daripada hadits Abu Daud tersebut.

Akan tetapi pemanfaatannya harus mendapat izin dari orang tersebut (sebelum ia wafat) atau dari ahli warisnya (setelah ia wafat). Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat pertama, menurut hemat saya, pendapat kedua lebih logis untuk diterima. Karena itu wajar kalau sebagian besar ulama madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan ulama Zaidiyyah membolehkannya. Kesimpulannya, transplantasi merupakan cara pengobatan yang diperbolehkan Islam.

Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan dengan ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila membinasakannya. Orang meninggal boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat orang tersebut mengizinkannya. Wallahu A’lam.