Translate

Isnin, 7 Jun 2010

Makna Kemerdekaan Bagi Kaum Miskin

Merasa Belum Merdeka Karena Kebutuhan Pokok Makin Sulit Didapat
Mat Ali, demikian panggilan akrabnya, adalah salah seorang yang sudah lama merasakan pahit manisnya hidup di Indonesia. Dinamika politik yang melanda Negeri ini pun tak lepas dari pengamatannya. Pria berusia 61 tahun asal Desa Mojongapit Kecamatan Jombang ini sehari-harinya bekerja sebagai pengayuh becak dan sudah ia jalani sejak puluhan tahun.

Dengan pendapatan yang tidak seberapa dari menjual jasa mengayuh becak, ia harus menghidupi isteri beserta 5 anaknya. Berbagai pengalaman hidup pernah ia rasakan demi mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, ditengah perayaan kemerdekaan RI ke-63 ini, ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Kemerdekaan hasil perjuangan para pahlawan dengan cucuran keringat dan darah, masih belum dirasakan. Baginya, kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan semu. Makna kemerdekaan sebenarnya masih sebatas menjadi harapan bagi kaum miskin. ”Kita dibilang merdeka ya merdeka, tapi kemerdekaan seperti apa?” ungkap Mat Ali.



Bukan tanpa alasan Mat Ali berkata demikian, karena faktanya masyarakat masih kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok, mendapatkan layanan kesehatan yang layak serta memperoleh akses pendidikan yang murah. ”Kalau boleh dibilang, orang miskin itu gak usah sekolah dan juga gak usah sakit, bagaimana tidak, lha wong sekarang menyekolahkan anak saja mahalnya minta ampun,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Paguyuban Becak Jombang (Pabejo) ini.

Sebagai warga Negara, pria berperawakan kurus ini masih belum merasa merdeka. Bagi Mat Ali, kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 silam telah dirampas oleh para pemodal, pejabat yang korup serta wakil rakyat yang mengabaikan kepentingan rakyat. ”Kita memang sudah terbebas dari penjajah Belanda dan Jepang, tapi sekarang kita dijajah orang kita sendiri, ekonomi kita belum merdeka,” pungkas Mat Ali kepada Suara Warga Jombang.

Kemeriahan peringatan HUT RI ke-63 dapat dirasakan dimana-mana. Berbagai acara pun digelar demi menyemarakkan dan mengenang jasa para pahlawan pejuang kemerdekaan. Namun, diantara kemeriahan itu ternyata masih ada warga yang belum bisa menikmati kemerdekaan.

Merasa belum merdeka tidak hanya dirasakan Mat Ali seorang. Masih banyak orang yang nasibnya setali tiga uang dengan Mat Ali. Salah satunya adalah Maslikhah (37), perempuan yang setiap harinya berjualan nasi pecel keliling. Perempuan berputra 2 ini merasa kesulitan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Putra sulungnya hanya mampu menempuh pendidikan tingkat SLTP, sedangkan putra bungsunya masih belum jelas bagaimana nasib pendidikannya kelak.

”Kalau soal makan sehari-hari kita masih bisa berusaha, tapi soal pendidikan ini yang terasa makin lama makin memberatkan, SPP memang gratis tapi biaya lainnya itu lho yang memberatkan, ” kata Maslikhah.

Tidak banyak yang bisa diungkapkan oleh Maslikhah terhadap arti penting kemerdekaan RI. Padahal, Negeri ini sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945 silam. ”Saya bingung soal kemerdekaan, yang penting bagi saya sekarang adalah bekerja agar keluarga saya bisa makan,” tutur perempuan asal Desa Sumber Mulyo Kecamatan Jogoroto ini seraya berharap agar biaya pendidikan tidak semakin mahal.

Kemerdekaan sejati adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Kemerdekaan menjadi tak bermakna tatkala kesejahteraan ekonomi belum dirasakan oleh seluruh rakyat. Ditengah-tengah kemeriahan peringatan HUT RI ke-63 ini, harapan masyarakat kecil dan terpinggirkan agar para pemimpin Negeri ini memperhatikan pendidikan dan kesehatan yang lebih berpihak rakyat miskin kembali mengemuka. Pendidikan dan kesehatan masih menjadi masalah besar bagi jutaan kaum miskin di Indonesia. (Ms)


Written by Muhammad Syafii

Tiada ulasan: