Translate

Isnin, 24 Mei 2010

NILAI KESALEHAN SEEKOR ANJING: STUDI ATAS PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL BANTANI DALAM SYARH KAASYIFATUS SAJA’ ’ALAA SAFIINATIN NAJAAT

BAB I
P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang
Di dalam sebagian masyarakat Cirebon, anjing yang bahasa Cirebonnya kirik adalah binatang yang selalu menjadi sasaran / objek penderita. Ketika seseorang sedang sial dia selalu mengatakan kirik, begitu pula jika terkena musibah, mendapat nikmat atau yang lainnya tidak pernah luput mengatakan kirik. Hal ini terjadi karena mungkin dia latah atau karena tidak mengerti bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak pernah terlepas sedikitpun dari Irodat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi seyogyanya segala sesuatu yang terjadi di alam ini kita kembalikan kepada Allah, bukan kepada anjing atau makhluk lainnya.
Imam Nawawi Al-Bantani, seorang ulama asal Banten yang karyanya tersebar ke seluruh pelosok dunia pernah mengemukakan pemikiran dalam salah satu karyanya yang sering dibaca di pesantren-pesantren yang ada di Nusantara ini yaitu Syarhu Kaasyifatus Saja ’alaa Safiinatin Najaa Fii Ushuuulid Dinii Walfiqhi, pada halaman 42, dalam sub pembahasan Hikmah, sebagai berikut:
Di dalam diri seekor anjing terdapat sepuluh sifat keteladanan, yang diantaranya patut dimiliki oleh setiap insan yang beriman, yakni : Gemar mengosongkan perut. Inilah salah satu sifat orang yang sholeh, Tidak tidur malam hari kecuali sedikit saja. Hal ini menjadi salah satu sifat dari orang-orang ahli Tahajud, Kalupun sehari ia diusir seribu kali, ia tak akan hengkang dari pintu rumah tuannya. Inilai salah satu sifat dari orang-orang sidik, Bila ia mati pantang meninggalkan warisan yang berlebihan. Inilah ciri-ciri orang Zuhud, Selalu merasa puas meski menempati bumi di tempat yang paling hina sekalipun. Inilah salah satu tanda dari orang-orang yang ridho terhadap ketentuan Allah, Memandangi setiap orang yang memandanginya sampai dilemparkan kepadanya sesuap makanan. Inilah sifat orang yang sabar, Kalaupun diusir dan ditaburi debu, ia tak akan marah dan mendendam tuannya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang asyik (rindu bertemu tuhan), Jika tempatnya ditempati oleh orang lain, ia rela menyingkir ke tempat yang lain. Inilai sebagian tindakan orang-orang yang terpuji, Apabila diberi makanan sebesar apapun, ia rela menerimanya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang Qona’ah, dan Apabila bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain, ia tidak pernah membawa bekal yang diada-adakan, melainkan menurut kemampuannya. Inilah ciri-ciri orang yang tawakal kepada Allah.
Apabila nilai-nilai kesalehan di atas ada pada diri seorang mu’min, maka pasti hidupnya akan tentram walaupun hidup di masa krisis seperti sekarang ini. Sebagaimana dimaklumi bahwa sudah lebih dari sepuluh tahun berjalan krisis moneter melanda Bangsa Indonesia, namun sampai dengan saat ini nampaknya kehidupan Bangsa Indonesia tidak bertambah baik, bahkan masalah yang dihadapi masyarakat semakin bertambah kompleks. Berawal dari krisis moneter lalu berkembang menjadi krisis multidimensi yang tidak bisa dielakan lagi. Berkenaan dengan itu kehidupan masyarakat Indonesia pun turut berubah, baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, akhlak maupun sosial budaya. Perubahan yang paling dominan dalam masyarakat Indonesia adalah perubahan dibidang akhlak dan sosial budaya. Sering kita saksikan di Televisi berita-berita yang dulu jarang kita saksikan di negeri ini, seperti penyebaran Narkoba, maraknya VCD porno, Trafiking, Pelecehan Sexual yang dilakukan paman kepada keponakannya, pembunuhan seorang bawahan kepada atasannya, pemerkosaan dan lain-lain. Semua berita itu sering kita saksikan setiap hari di Televisi. Begitupun yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita, gotong royong, bahasa kromo inggil, budaya ketimuran nampaknya sudah terjadi pergeseran. Kenapa semua itu bisa terjadi pada saat reformasi digulirkan? Inilah pertanyaan yang selalu muncul pada masyarakat kita. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari bertanya kepada hati nurani kita masing-masing. Sebab yang paling tahu jawabannya adalah hati nurani. Setiap kali nilai-nilai kesalehan yang muncul dari dalam diri manusia seperti kasih sayang, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kerjasama, keadilan, kepedulian, kedamaian dan kesucian dikotori oleh seseorang, maka pasti setiap hati nurani manusia tidak akan menerima atas perlakuan tersebut.
Dalam suasana ketidaknyamanan itulah, Penulis menawarkan kepada segenap umat Islam untuk berguru kesalehan kepada seekor anjing. Kendatipun para ulama sudah sepakat bahwa seekor anjing adalah termasuk katagori binatang najis yang sangat berat (mughalazhah). Alhasil, walaupun satu sisi binatang anjing harus dijauhi karena najisnya sangat berat, tetapi di sisi lain, setiap orang beriman harus beguru kesalehan kepada anjing karena banyak sekali hikmah yang harus diambil dari binatang tersebut. Inilah pokok permasalahan yang menarik untuk diteliti
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah berupaya mengungkapkan konsep pemikiran Imam Nawawi Al Bantani tentang nilai kesalehan seekor anjing yang secara rinci mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. mengungkapkan secara jelas, ke arah mana kecondongan pemikiran tasawuf Imam Nawawi Al Bantani tentang nilai kesalehan seekor anjing.
2. untuk mengetahui beberapa nilai kesalehan seekor anjing secara kongkrit menurut Imam Nawawi Al Bantani.
3. untuk mengetahui pandangan ulama fiqh tentang kedudukan anjing dalam hukum Islam.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat supaya mengetahui sejarah hidup dan kecenderungan pemikiran tasawuf Imam Nawawi Al Bantani, mengembangkan pokok-pokok pemikiran Imam Nawawi Al Bantani tentang nilai kesalehan seekor anjing dalam kehidupan sehari-hari dan disamping itu juga dapat berguna bagi masyarakat supaya mengetahui kedudukan anjing dalan hukum Islam.
D. Metodologi Penelitian
1. Objek Kajian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah hasil pemikiran seorang ulama besar yang cukup berpengaruh di dunia Islam karena kaya-karyanya dalam berbagai bidang keilmuan, beliau adalah Imam Nawawi Al Bantani. Adapun yang menjadi objek hasil pemikirannya adalah berupa nilai-nilai kesalehan yang ada pada seekor anjing
2. Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam upaya mendeskripsikan, mengeksplorasi serta menganalisis secara kritis terhadap hasil pemikiran seseorang yang sangat ahli dalam bidangnya, memerlukan pendekatan dan metode yang tepat. Untuk itu dalam penelitian, Penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan historis dan pendekatan sosiologis.
Adapun pendekatan historis meliputi studi biografis Imam Nawawi Al Bantani. Penelitian biografis dilakukan untuk mengetahui sejarah kehidupan Imam Nawawi Al Bantani dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar, sifat, watak, dan pengaruh internal dan eksternal yang membentuk pemikiran dan gagasannya itu (Mahmud Nazir:62).
Melalui pendekatan ini pula akan dapat diketahui sejauh mana posisi dan kontribusi seorang Imam Nawawi Al Bantani dalam perkembangan pemikiran Islam dan pengaruhnya di Indonesia. Sedangkan pendekatan sosiologis dimaksudkan untuk menilai secara kritis tentang hasil pemikiran Imam Nawawi Al Bantani dengan membandingkan gagasan tersebut menurut pandang sosialnya.
Menurut pendapat M. Atho Mudzhar bahwa pendekatan sejarah dan sosial dalam pemikiran Islam adalah pendekatan yang berusaha memahami produk pemikiran Islam dari segi faktor sosio-kultural dan sosio-politik yang mempengaruhi atau melatarbelakangi lahirnya produk pemikiran Islam. Asumsi dasarnya ialah bahwa setiap produk pemikiran Islam adalah hasil interaksi antara pemikir Islam dengan lingkungan sosio-kultural atau lingkungan sosio-politik yang mengitarinya.(M.Atho Mudzhar:1992)
Metode penelitian ini adalah kwalitatif bersifat studi kepustakaan dengan menggunakan deskriptif-analisis dilakukan untuk memaparkan hasil pemikran Imam Nawawi Al Bantani dan karya-karyanya itu agar memperoleh gambaran yang utuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data yang berkaitan dengan masalah prilaku anjing dan kesalehannya.
2. Pengumpulan data yang berkaitan teori-teori sosialogi
3. Pengumpulan data yang berkaitan dengan sejarah Imam Nawawi Al Bantani
4. Melakukan penganalisaan terhadap data yang sudah terkumpul kemudian membangun sebuah deskripsi yang memadai.
5. Memberikan kesimpulan dan saran-saran sebagai bagian akhir dari penelitian.
Adapun teknik untuk menganalisis data adalah menggunakan analisis isi (Cholid: 2007). Di sini Penulis melakukan analisis terhadap makna yang terkandung dalam keseluruhan gagasan dan pemikiran Imam Nawawi tentang nilai-nilai yang terkadung dalam kesalehan seekor anjing yang bermanfaat untuk setiap mukmin sejati.
3. Sumber Data
Adapun data penelitian ini yang dijadikan sebagai sumber rujukan adalah sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang inti dan utama. Diantara sumber primer adalah karya terbesar Imam nawawi Al Bantani. Diantara karya tersebut adalah : Kaasyifatus Saja’ syarh safinat an-najat. Di samping sumber primer, juga perlu Penulis utarakan sumber sekundernya sebagai pendukung atau pelengkap dari sumber data penelitian ini, diantaranya adalah: beberapa kitab tafsir dan hadits, fiqh dan ushul fiqh, tasawwuf, tauhid, dan sumber lainnya yang mendukung kesempurnaan penelitian ini.
E. Sistematika Pembahasan
Dengan berpedoman pada metode penulisan ilmiyah yang dikeluarkan oleh UIN Bandung, karena Penulis kebetulan salah seorang alumnus Perguruan Tinggi tersebut pada tahun 2003 yang lalu, maka sistematika pembahasan ini, penulis membaginya minimal tiga bab yang perinciannya adalah sebagai berikut:
Bab I, adalah pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi penelitian yang mencakup objek kajian, pendekatan dan metode penelitian, serta sistematika pembahasan.
Bab II, Penulis membangun kerangka teoritis dan konsepsional sebagai tempat bertolak dalam pembahasan hasil pemikiran Imam Nawawi Al Bantani tentang nilai-nilai kesalehan seekor anjing. Dalam bab ini akan dirinci menjadi: sejarah Imam Nawawi Al Bantani dan karya-karyanya, pokok-pokok pemikiran Imam Nawawi Al Bantani tentang kesalehan seekor anjing berikut aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, dan pandangan ulama fiqh (fuqaha’) tentang kedudukan seekor anjing dalam hukum Islam berdasarkan kitab suci AlQur’an dan hadits, serta hasil ijtihad para ulama.
Bab III, Penutup yang merupakan kesimpulan penelitian ini sebagai jawaban atas masalah-masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasikan dan saran-saran penulis kepada para pembaca dan umat Islam pada umumnya.
Demikian sistematika pembahasan ini sengaja dicantumkan sebagai kerangka dalam penelitian agar lebih memudahkan peneliti. Di samping itu juga akan memudahkan para pembaca yang akan berkenan mengetahui hasil-hasil penelitian ini.





BAB II
PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL BANTANI TENTANG
NILAI KESALEHAN SEEKOR ANJING

A. Sejarah Hidup
1. Riwayat Pendidikan
Nama besar Imam Nawawi Al Bantani sudah tidak asing lagi bagi umat Islam di Indonesia terutama di kalangan Pesantren Salafiyah dan di Mancanegara. (Tholhah Hasan:2003). Bahkan sering terdengar disamakan kebesarannya dengan tokoh ulama klasik madzhab Syafi’i lainnya. Melalui karya-karyanya yang tersebar di pesantren-pesantren tradisional (salafiah) yang sampai sekarang masih dikaji, nama Imam ini seakan masih hidup dan masih menyertai umat Islam memberikan wejangan agama yang menyejukkan. Di setiap Majelis Ta’lim dan Pesantren karyanya masih jadi rujukan utama dalam berbagai disiplin ilmu; dari ilmu tauhid, fiqh, tasawuf sampai tafsir. Karya-karyanya sangat berjasa dalam mengarahkan mainstrim keilmuan yang dikembangkan di beberapa pesantren yang berada di bawah naungan organisasi sosial keagamaan Nahdlatul Ulama (NU).
Imam Nawawi Al Bantani memiliki nama lengkap Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi ibn Umar Al Tanara Al Jawi Al Bantani. Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi Al Jawi Al Bantani atau Imam Nawawi Al Bantani. Dilahirkan di Kampung Tanara, Serang Banten pada tahun 1815 M./1230 H. Pada tanggal 25 Syawal 1314 H./ 1897 M. beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir diusia 84 tahun. Beliau dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti Khadijah, ummul mu’miniin Istri Nabi Saw. Sebagai seorang tokoh kebanggaan di Jawa khususnya di Banten, umat Islam di Desa Tanara, Tirtayasa banten, setiap tahun di hari Jum’at terakhir bulan Syawal, selalu diadakan acara haul untuk memperingati jejak peninggalan Imam Nawawi Al Bantani.(Ishom el Saha: 2003)
Menurut Zamakhsyari Dhofier (1985), Ayahnya bernama Syekh Umar, seeorang pejabat penghulu yang memimpin Masjid. Dari silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan kesultanan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyararas (Tajul ’Arsy). Nasabnya bersambung dengan nabi Muhammad Saw. melalui imam Ja’far As-Shodiq, Imam Muhammad Al Baqir, Imam Ali Zainal ’Abidin, Sayidina Husain, Fathimah Al Zahra.
Pada usia 15 tahun, Ia mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Makkah menunaikan ibadah haji. Di sana Ia memanfaatkannya untuk belajar ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadits, tafsir, dan terutama iulmu fiqh. Setelah tiga tahun belajar di Makkah, Ia kembali ke daerahnya tahun 1833 dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif cukup lengkap untuk membantu ayahnya mengajar para santri. Nawawi yang sejak kecil telah menunjukkan kecerdasannya langsung mendapat simpati dari masyarakat. Kedatangannya membuat pesantren yang dibina ayahnya membludak didatangi oleh santri yang datang dari berbagai pelosok. Namun hanya beberapa tahun kemudian, Ia memutuskan untuk berangkat lagi ke Makkah sesuai dengan impiannya untuk mukim dan menetap di sana. Di Kota Makkah inilah Ia melanjutkan belajar ke guru-gurunya yang terkenal. Pertama kali Ia mengikuti bimbingan dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas (Penyatu Thariqat Qadiriyah-Nasabandiyah di Indonesia) dan Syaikh Abgul Ghani Duma, ulama asal Indonesia yang menetap di sana. Setelah itu belajar kepada Sayid Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan yang keduanya di Makkah. Sedang di Madina Ia belajar kepada Muhammad Katib Al Hanbali. Kemudian Ia melanjutkan belajarnya kepada ulama-ulama besar di Mesir dan Syam (Syiria). Salah satu guru utamanya di Mesir adalah Syaikh Yusuf Sumbulawini dan Syaikh Ahmad Nahrawi.
Setelah Ia memutuskan untuk memilih hidup di Makkah dan meninggalkan kampung halamannya, Ia menimba ilmu lebih dalam lagi di Makkah selama 30 tahun.(Ishom el Saha: 2003). Kemudian pada tahun 1860 Nawawi mulai mengajar di Lingkungan Masjid Al Haram. Prestasi mengajarnya cukup memuaskan, karena dengan kedalaman pengetahuan ilmu agamanya, Ia tercatat sebagai ulama di Makkah. Pada tahun 1870 kesibukannya semakin bertambah karena Ia harus banyak menulis kitab. Inisiatif menulis banyak datang dari desakan sebagian koleganya yang meminta untuk menuliskan beberapa kitab. Kebanyakan permintaan itu datang dari sahabatnya yang berasal dari Jawa, karena dibutuhkan untuk dibacakan kembali ke daerah asalnya. Desakan iti dapat terlihat dalam setiap karyanya yang ditulis atas permohonan sahabatnya. Kitab-kitab yang ditulisnya sebagian besar adalah komentar (syarh) dari ulama-ulama sebelumnya yang populer dan dianggap sulit dipahami. Alasan menulis Syarh selain karena permintaan orang lain, Nawawi juga berkeinginan untuk melestarikan karya pendahulunya yang sering mengalami perubahan (ta’rif) dan pengurangan.

2. Karya-karya Imam Nawawi Al Bantani
Dalam menyusun karyanya, Imam Nawawi Al Bantani selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya, yakni dengan cara sebelum dicetak, naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat dari berbagai kota tempat penerbitan dan seringnya mengalami cetak ulang, sebagaimana terlihat di atas, maka dapat dipastikan bahwa karya tulisannya cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia samapai ke negara Mesir dan Syiria. Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan bahasa yang muda dipahami dan padat isinya ini, Imam Nawawi Al Bantani bahkan termasuk dalam katagori salah satu ulama besar di abad ke 14 H./19 M. Karena kemasyhurannya, Ia mendapat gelar Sayid ‘Ulama al Hijaz, Imam ‘Ulama al Haramain, dan Fuqaha wa alHukama’ al Muta’akhkhirin. (Ishom el Saha: 2003)
Kesibukannya dalam menulis, membuat Imam Nawawi Al Bantani kesulitan dalam mengorganisir waktu, sehingga tidak jarang untuk mengajar santri pemula Ia sering mendelegasikan para santri seniornya untuk membantunya. Cara ini kelak ditiru sebagai metode pembelajaran di beberapa pesantren di pulau Jawa. Setiap santri pemula dianjurkan untuk menguasai beberapa ilmu dasar terlebih dahulu sebelum belajar langsung kepadanya agar proses pembelajaran tidak mengalami kesulitan.
Setelah tahun 1870 M. Imam Nawawi Al Bantani memusatkan kegiatannya hanya untuk mengarang. Dan boleh dikata, Imam Nawawi Al Bantani adalah seorang penulis yang produktif, kurang lebih dari 80 kitab yang dikarangnya. Tulisan-tulisannya meliputi karya pendek berupa berbagai pedoman ibadah praktis, fiqh, tauhid, tasawuf, hadits, akhlak, bahasa arab dan tafsir yang sebagian besarnya merupakan syarh kitab-kitab para pengarang besar terdahulu.
Berikut beberapa contoh karya Imam Nawawi Al Bantani, mulai dari fiqh, tauhid, tasawuf, hadits, akhlak, bahasa arab sampai tafsir, sebagaimana dijelaskan oleh Rofiudin ( 2001) sebagai berikut:
1. Sulam al Munajat, syarh atas kitab Safinat as Shalah, karya Abdullah ibn Umar al Hadrami.
2. Al Tsimar al Yaniat fi riyadh al Badi’ah, syarh atas kitab Al Riyadh al Badi’ah fi ushul ad Din wa ba’dhu furu’ as Syar’iyah ‘ala Imam As Syafi’i karya Syaikh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.
3. ‘Uqud al Lujain fi Bayani Huquq al Jawazain, kitab fiqh tentang hak dan kewajiban suami dan istri.
4. Nihayatuz Zain fi Irsyad al Mubtadiin, syarh atas kitab Qurratul ‘aini bi muhimmati ad Diin, karya Zainuddin ‘Abdul ‘Aziz al Malibari.
5. Bahjat al Wasa-il, Syarh atas kitab Ar Rasa-il al Jami’ah baina Ushul ad Diin wa al Fiqh wa at Tasawuf, karya Sayid Ahmad ibn Zain al Habsyi.
6. Qut al Habib al Ghaib, Hasyiah atas Syarh Fathul Gharib al Mujib karya Muhammad ibn Qasim as Syafi’i.
7. As Syu’ba al Imaniyyat, Ringkasan atas dua kitab yaitu Niqayyah karya as Suyuthi dan al Futuhaat al makiyah karya Syaikh Muhammad ibn ‘Ali.
8. Marraqiyyul ‘Ubudiyyat, Syarh atas kitab Bidayatul Hidayah karya Abu Hamid ibn Muhammad al Ghazali.
9. Tanqih al Qaul al Hadits, Syarh atas kitab Lubab al Hadits karya al Hafidz Jalaluddin ‘Abdul Rahim ibn ‘Abu Bakr as Suyuthi.
10. Murah Labib li Kasyfi Ma’na al Qur’an al Majid dikenal dengan Tafsir Munir.
11. Qami’ al Tughyan, Syarh atas Syu’ub al Iman karya Syaikh Zaenuddin ibn ‘Ali ibn Muhammad al Malibari.
12. Salalim al Fudhala, Ringkasan atas kitab Hidayatul Azkiyya’ ila Thariqil Awliya, karya Syaikh Zaenuddin ibn ‘Ali ibn Muhammad al Malibari.
13. Nashaih al Ibad, Syarh atas kitab Masail abi Laits, karya Abi Laits.
14. Minqat as Syu’ud al Tasdhiq, Syarh atas Sulam al Taufiq karya Syaikh ‘Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi.
15. Kasyifatus Saja’, Syarh atas kitab Safinat an Najat, karya Syaikh Salim ibn Sumair al Hadhrami.
Berikut beberapa contoh karya Imam Nawawi Al Bantani yang pernah diterbitkan di Mesir ( Zamakhsyari Dhafir: 1985):
1. Syarh al Jurumiyah, tentang Tata Bahasa Arab, terbit tahun 1881.
2. Dhariyat al Yaqin, tentang doktrin-doktrin Islam dan merupakan komentar atas karya Syaikh Sanusi, terbit tahun 1886.
3. Lubab al Bayan, terbit tahun 1884.
4. Fathul Mujib, komentar atas kitab ad Durr al farid, karya Syaikh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
5. Syair Maulid, karya al Barzanji 2 jilid, terbit tahun 1881.
6. Syarh Isra’ Mi’raj, karya al Barzanji, terbit tahun 1881.
7. Syarh atas Syair Asmaul Husna, terbit tahun 1881.
8. Syarh Manasik Al Ha, karya Syarbini, terbit tahun 1880.
9. Syarh Suluk al Jiddah, terbit tahun 1883.
10. Syarh Sullam al Munajat, terbit tahun 1884.
11. Tafsir Marah labib, terbit tahun 1884.
Imam Nawawi Al Bantani menjadi terkenal dan dihormati karena kahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair yang terkenal yang bernafaskan keagamaan. Kemashuran Imam Nawawi Al Bantani terkenal dihampir seluruh dunia Arab. Karya- karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di kairo, Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Marah Labib yang terbit di Mesir diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama Al-Azhar. (Ishom el Saha: 2003)
Di Indonesia khususnya di kalangan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Imam Nawawi Al Bantani tentu saja sangat terkenal. Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di pesantren-pesantren Jawa. Selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai pemikirannya, menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun di luar negeri.
Beberapa karya ilmiah tentang Imam Nawawi Al Bantani yang ditulis sarjana Indonesia antara lain :
1. Ahmad Asnawi, Pemikiran Syaikh Nawawi al Bantani tentang Af’al al’Ibad (Perbuatan Manusia). (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).
2. Ahmad Asnawi, Penafsiran Syaikh Muhammad Nawawi tentang ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).
3. Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir karya Syaikh Muhammad Nawawi. (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).
4. MA. Tihami, Pemikiran Fiqh al Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).
5. Sri Mulyati, Sufism in Indonesia : Analysiaof Nawawi al-Bantani’s Salalim al-Fudhala. (Tesis Magister McGill University, Kanada 1992
6. Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Al Syaikh Muhammad Nawawi al Jawi : Hayatuhu wa Atsaruhu fi al Fiqh al-islami (Tesis Magister, Al-Azhar University, Kairo, 1979).
Dari beberapa karya tersebut di atas dapat dikatagorikan berbagai disiplin ilmu dalam Islam (Ishom el Saha: 2003 ), antara lain:
1. Ilmu Kalam. Dalam berbagai tulisannya seringkali Imam Nawawi Al Bantani mengaku dirinya sebagai penganut kalam Asy ’ari (Al Asy’ari al I’tiqadiy). Karya-karyanya yang banyak dikaji di Indonesia diantaranya: Fathul Majid, Tijan al Durari, Nur al Zhalam, al futuhat al Madaniyah, al Tsumar al Yaniah, Bahjat al Wasail Mirqat as Su’ud, dan Kaasyifat as Suja’. Sejalan dengan pola prinsif yang dibangunnya dalam bidang Kalam, beliau mengikuti aliran kalam Imam Abu Hasan al Asy’ari dan Imam Abu Mansur al Maturidi. Sebagai penganut aliran Asy’ari, Imam Nawawi Al Bantani banyak memperkenalkan konsep sifat-sifat Allah. Seorang muslim harus mempercayai bahwa Allah memiliki sifat yang dapat diketahui dari perbuatannyai, karena sifat Allah adalah perbuatanNya. Beliau membagi sifat Allah ke dalam tiga bagian yaitu: wajib, mustahil, dan mumkin. Sifat wajib adalah sifat yang wajib melekat pada allah dam mustahil tidak adanya. Sedangkan mustahil adalah sifat yang wajib tidak melekat pada Allah dan wajib tidak adanya. Dan sifat mumkin adalah sifat yang boleh ada dan tidak ada pada Allah. Meskipun Imam Nawawi Al Bantani bukan orang pertama yang membahas konsep sifatiyah Allah, namun dalam kontek Indonesia Imam Nawawi Al Bantani dinilai orang yang berhasil memperkenalkan paham kalam Asy’ari sebagai sistem aliran kalam yang kuat di negeri ini.
2. Ilmu Fiqh. Dalam bidang Fiqh ini tidak berlebihan jika Imam Nawawi Al Bantani dikatakan sebagai obor madzhab Imam Syafi’i untuk konteks Indonesia. Melalui karya-karya Fiqhinya seperti: syarh safinat al najat, syarh sullam al taufiq, nihayat al zain, dan tasyrih ’ala fathil qarib, sehingga beliau berhasil memperkenalkan madzhab Syafi’i secara sempurna. Dan atas dedikasinya yang mencurahkan hidupnya hanya untuk mengajar dan menulis, mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan. Pada tahun 1870 para ulama Universitas al Azhar Mesir pernah mengundangnya untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi ilmiyah. Mereka tertarik untuk mengundangnya, karena Imam Nawawi Al Bantani sudah dikenal melalui karya-karyanya yang telah banyak tersebar di Mesir.
3. Ilmu Tasawuf. Dalam bidang Tasawuf. Imam Nawawi Al Bantani dengan aktivitas intelektualnya memcerminkan bahwa beliau bersemangat menghidupkan disiplin ilmu-ilmu agama. Dalam bidang ini beliau memiliki konsep yang identik dengan Tasawuf. Dari karyanya saja Imam Nawawi Al Bantani sudah menunjukkan seorang sufi brilian. Beliau banyak memiliki tulisan dibidang tasawuf yang dapat dijadikan sebagai rujukan standar bagi seorang sufi. Di beberapa Pesantren yang ada di Wilayah Cirebon khususnya, paling tidak ada tiga karya kitab tasawuf Imam Nawawi Al Bantani yang sering dipelajari, yaitu: mishbah al zhulam, qami’ al tughyan, dan salalim al fudhala. Dalam kitab-kitab tersebut Imam Nawawi Al Bantani banyak sekali merujuk kitab Ihya’ ’Ulumuddin al Ghazali. Bahkan kitab ini merupakan rujukan penting bagi setiap tareqat. Pandangan Tasawufnya meskipun tidak tergantung pada gurunya (pamannya sendiri) Syaikh Abdul Karim, seorang ulama tasawuf asal Jawi yang memimpin sebuah organisasi tareqat, namun atas pilihan karir dan pengembangan spesialisasi ilmu pengetahuan yang ditekuni, serta tuntunan masyarakat, beliau tidak mengembangkan metode tarbiyah tasawuf seperti guru-gurunya. Ketasawufan Imam Nawawi Al Bantani dapat dilihat dari pandangannya terhadap keterkaitan antara praktek tariqat, syari’at, dan hakikat sangat erat. Untuk memahami lebih mudah dari keterkaitan ini, beliau mengibaratkan syari’at dengan sebuah kapal, tariqat dengan lautnya, dan hakikat merupakan intan dalam lautan yang dapat diperoleh dengan kapal berlayar di laut. Dalam proses pengamalan syari’at dan tariqat merupakan awal dari perjalanan seorang sufi. Sedangkan hakikat adalah hasil dari syari’at dan tariqat. Pandangan ini mengindikasikan bahwa Imam Nawawi Al Bantani tidak menolak praktek-praktek tariqat selama tariqat tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at ajaran Islam. Bagi Imam Nawawi Al Bantani tasawuf adalah berarti pembinaan etika (adab). Penguasaan ilmu lahiriah semata tanpa penguasaan ilmu batin akan berakibat terjerumus dalam kefasikan. Sebaliknya seseorang berusaha menguasai ilmu batin semata tanpa dibarengi ilmu lahir akan terjerumus ke dalam zindiq. Jadi keduanya tidak dapat dipisahkan dalam upaya pembinaan etika (adab). Selain itu ciri yang menonjol dari kesufiannya adalah moderat. Sifat moderat itu terlihat ketika beliau diminta fatwanya oleh Sayid Utsman binYahya, orang arab yang menentang tariqat di Indonesia, tentang tasawuf dan praktek tariqat yangb disebutnya dengan sistem durhaka. Beliau menjawab dengan hati-hati tanpa menyinggung perasaan Sayid Utsman binYahya. Karena beliau tahu bahwa di satu sisi memahami masyarakat Jawa yang senang dengan dunia spiritual, di satu sisi tidak mau terlibat langsung dalam persoalan politik.

B. Pemikiran Imam Nawawi al Bantani tentang Kesalehan Seekor Anjing
Imam Nawawi Al-Bantani, seorang ulama asal Banten yang karyanya tersebar ke seluruh pelosok dunia pernah mengemukakan pemikiran dalam salah satu karyanya yang sering dibaca di pesantren-pesantren yang ada di Nusantara ini yaitu Syarhu Kaasyifatus Saja ’alaa Safiinatin Najaa Fii Ushuuulid Dinii Walfiqhi, pada halaman 42, dalam sub pembahasan Hikmah, sebagai berikut:
فى الكلب عشر حصال محمودة ينبغى للمؤمن ان لا يخلومنها:
اولها : لايزال جائعا. وهده صفات الصالحين.
الثانية : لاينام من الليل الا قليلا. وهده من صفات المتهجدين.
الثالثة : لو طرد فى اليوم الف مرة ما برح عن باب سيده. وهده من علامات الصادقين.
الرابعة : ادا مات لم يخلف ميراثا. وهده من علامات الزاهدين.
الخامسة : ان يقنع من الارض بادنى موضع. وهده من علامات الراضين.
السادسة : ان ينظر الى كل من يرى حتى يطرح له لقمة. وهده من اخلاق المساكين.
السابعة : انه لو طرد وحثى عليه التراب فلا يغضب ولايحقد. وهده من اخلاق العاشقين.
الثامنة : ادا غلب على موضعه يتركه ويدهب الى غيره. وهده من افعال الحامدين.
التاسعة : ادا اجدى له اى اعطي له لقمة اكلها وبات عليها. وهده من علامات القانعين.
العاشرة : انه ادا سافرمن بلد الى غيرها لم يتزود. وهده من علامات المتوكلين.
Artinya: di dalam diri seekor anjing terdapat sepuluh sifat keteladanan, yang diantaranya patut dimiliki oleh setiap insan yang beriman, yakni :
Pertama : Gemar mengosongkan perut. Inilah salah satu sifat orang yang sholeh.
Kedua : Tidak tidur malam hari kecuali sedikit saja. Hal ini menjadi salah satu sifat dari orang-orang ahli Tahajud.
Ketiga : Kalupun sehari ia diusir seribu kali, ia tak akan hengkang dari pintu rumah tuannya. Inilai salah satu sifat dari orang-orang sidik.
Keempat : Bila ia mati pantang meninggalkan warisan yang berlebihan. Inilah ciri-ciri orang Zuhud.
Kelima : Selalu merasa puas meski menempati bumi di tempat yang paling hina sekalipun. Inilah salah satu tanda dari orang-orang yang ridho terhadap ketentuan Allah.
Keenam : Memandangi setiap orang yang memandanginya sampai dilemparkan kepadanya sesuap makanan. Inilah sifat orang yang sabar.
Ketujuh : Kalaupun diusir dan ditaburi debu, ia tak akan marah dan mendendam tuannya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang asyik (rindu bertemu tuhan).
Kedelapan : Jika tempatnya ditempati oleh orang lain, ia rela menyingkir ke tempat yang lain. Inilai sebagian tindakan orang-orang yang terpuji.
Kesembilan : Apabila diberi makanan sebesar apapun, ia rela menerimanya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang Qona’ah.
Kesepuluh : Apabila bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain, ia tidak pernah membawa bekal yang diada-adakan, melainkan menurut kemampuannya. Inilah ciri-ciri orang yang tawakal kepada Allah.
Penjelasan kesepuluh watak anjing tersebut akan dijelaskan secara terperinci sebagai berikut :
1. Gemar mengosongkan perut. Inilah salah satu sifat orang yang sholeh.
Menurut penelitian ahli kesehatan, bahwa hampir sebagian besar penyakit berasal dari makanan, memang bisa dirasakan apabila perut itu penuh dengan makanan maka kita seperti orang sakit, malas melakukan aktifitas apapun, kecuali tiduran. Maka pantas kalau Rasulullah Saw. pernah mengatakan:
اياكم والبطانة قى الطعام والشراب فانها مفسدة للجسم تورث السقم عن الصلاة وعليكم بالقصد
قيهما فانه اصلح للجسد وابعد من السراف ( رواه البخارى )
“Hati-hatilah kalian terhadap perut yang berisi penuh dengan makanan dan minuman, karena akan merusak kesehatan jasmani dan malas mendirikan Sholat. Maka sederhanakanlah dalam makan dan minum, yang demikian itu akan lebih menyehatkan jasmani dan menjauhkan diri dari sifat berlebih-lebihan”. (HR.Bukhori).
Hal senada juga pernah disampaikan oleh sahabat Ali bahwa obat penawar hati itu ada lima perkara. Diantara yang lima itu ada kata-kata, “hendaklah perut senantiasa dalam keadaan kosong.” Apalagi kalau kita sering melakukan ibadah puasa baik yang wajib atau yang sunnah, maka jasmani kita akan terasa sehat. “Berpuasalah maka kalian akan sehat,” begitu sabda Nabi Saw. Kalau anjing saja bisa seperti itu, kenapa kita tidak bisa. Beberapa hadits tersebut memberikan pelajaran kepada umat Islam bahwa berlebih-lebihan dalam mengisi perut, malaupun dengan makanan yang halal adalah tindakan tidak terpuji yang harus dijauhi. Orang-orang yang saleh pasti akan menjauhi setiap hal yang dilarang oleh Allah dan RasulNya. Ini berarti setiap orang yang saleh pantang mengisi perut secara berlebih-lebihan, meskipun mengisinya dengan makanan dan minuman yang halal. Apalagi dengan makanan atau minuman yang diharamkan. Sebagai penegasan dari beberapa hadits di atas, Allah Swt. berfirman: ”
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Qs. Al A’raf:31)
2. Tidak tidur malam hari kecuali sedikit saja. Hal ini menjadi salah satu sifat dari orang-orang ahli Tahajud.
Sedikit tidur malam bukan berarti tidak tidur untuk berfoya-foya, menghabiskan malam untuk bersenag-senang. Melainkan untuk bermunajat, beristighfar dan bertahajud. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“ Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuj” Qs. Al Isra’: 79
Ayat di atas memerintahkan kepada setiap orang Islam untuk bangun malam dan melaksanakan shalat sunnah tahajjud sebagai ibadah tambahan. Meskipun perintah dalam ayat tersebut bukan menunjukan perintah merupakan wajib, namun alangkah baiknya apabila perintah tersebut dilaksanakan. Dengan mentaati perintah ini, Allah Swt. berjanji akan mengangkat derajat yang tinggi bagi siapa yang mentaati perintah melaksanakan shalat tahajud sebagaimana ayat di atas.
Banyak sekali hadits Nabi Saw yang menceritakan tentang keutamaan Tahajud (Qiyamul Lail) diantaranya adalah: “Tuhan kami Allah akan turun ke langit dunia pada waktu sepertiga malam terakhir, lalu Dia menyeru: Adakah orang-orang yang meminta, pasti akan kuberi dan adakah orang-orang yang mengharap/memohon ampunan, pasti akan Ku ampuni baginya, sampai tiba waktu Subuh.”
Bagi Nabi Saw. sholat tahajud merupakan kefardhuan, makanya beliau tidak pernah melewatkan sholat yang satu ini walaupun dalam keadaan musafir. Itu semua Beliau lakukan karena betapa utamanya Qiyamul Lail/Tahajud.
Bagaimana dengan kita? Yang mengaku umat pilihan.
3. Kalupun sehari ia diusir seribu kali, ia tak akan hengkang dari pintu rumah tuannya. Inilai salah satu sifat dari oran-orang sidik.
Orang yang sidiq senantiasa memiliki keteguhan iman yang kuat, imannya tidak mudah goyah oleh berbagai rayuan duniawi, tidak mudah luntur oleh bisikan syaitan terlaknat, tidak mudah rapuh oleh cobaan yang melanda dan tidak mudah bergeser akibat bujukan yang menyesatkan. Keteguhan imannya benar-benar mantap dan mengakar kuat di dalam relung hatinya yang paling dalam. Seluruh aktifitas hidupnya hanyalah sebuah cerminan yang memancarkan keimanannya.
Apabila seekor anjing merasa di pelihara, dicukupi kebutuhan hidupnya dan disayang tuannya, kemudian ia pun bertetap hati hanya kepada tuannya itulah yang wajib dipertuan, pantang mempertuan selainnya, maka seorang yang berimantidak boleh kalah oleh seekor anjing. Sebagai orang yang beriman tentunya wajib bertetap hati hanya kepada Allah sebagai tuhan. Bukan kepada tuhan selain diriNya.
Setiap ujian yang menerpa dirinya selalu diterimanya dengan kesabaran. Karena ia yakin bahwa hal ini merupakan cobaan kecil dari Allah Swt. sebagaimana firman Allah Swt. di dalam al Qur’an:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” Qs. Al Baqarah: 155

Jadi orang mu’min yang setia kepada Allah Swt. ia tidak akan goyah sedikitpun ke imanannya kepada Allah, walau berbagai cobaan dan ujian selalu menerpanya. Anjing adalah sosok binatang yang setia kepada tuannya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga seorang hamba yang setia kepada Tuhannya? Bukankah setiap sholat kita selalu berjanji setia kepada Allah. “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata hanya untuk Allah Tuhan Semesta Alam.” Tanyakan kepada nuranimu, apakah kita sudah bisa melaksanakan janji itu?
4. Bila ia mati pantang meninggalkan warisan yang berlebihan. Inilah ciri-ciri orang Zuhud.
Menurut beberapa kamus kata ” Zuhud ” diartikan sebagai ; tidak ingin, meninggalkan, tidak menyukai, tidak peduli kepada dunia (Mahmud Yunus: 1972). Sedangkan menurut al Ghazaly dalam Ihya’ ’Ulum al Diin, kata Zuhud diartikan meninggalkan segala keinginan untuk sesuatu yang lebih baik. Dalam al Qur’an terdapat kat Zuhud yang berarti kurang tertarik. Hal ini terungkap dalam kalimat yang berbunyi:
وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ
“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” Qs. Yusuf: 20
Kata “Zahidiin” pada ayat tersebut diartikan sebagai orang-orang yang tidak tertarik atau kurang tertarik. Isim fa’il yang berasal dari mashdar ”Zuhud” atau dari fi’il madhi ”Zahada” ini, nampaknya merupakan petunjuk yang paling tepat untuk mengartikan kata ” Zuhud”. Sehingga apa yang dimaksudkan dengan orang yang bersifat zuhud berarti orang yang tidak/kurang tertarik terhadap duniawi. Ia tetap memerlukan duniawi, tetapi tidak melampaui batas. Ia membutuhkan duniawi, tetapi tidak sampai menyebabkan gila atau tergila-gila pada duniawi. Jadi Zuhud adalah meninggalkan rasa cinta yang berlebihan terhadap dunia. Karenanya bagi orang zuhud akhirat adalah tujuan utama. Orang yang zuhud selalu bekerja keras untuk kehidupan dunianya, tetapi ia tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dunianya. Sebab bagi dia kehidupan dunia penuh dengan permainan dan tipu daya. Begitu kata Al-Qur’an. Bagamaina dengan prilaku pejabat kita? Mereka kalau mati meninggalkan warisan untuk beberapa turunan, padahal harta tersebut diperoleh dengan cara tidak halal.
5. Selalu merasa puas meski menempati bumi di tempat yang paling hina sekalipun. Inilah salah satu tanda dari orang-orang yang ridho terhadap ketentuan Allah.
Menurut al Ghazaly dalam Ihya’ ’Ulum al Diin, ridho adalah buah dari kecintaan kepada Allah Swt.yang merupakan kedudukan yang paling tinggi bagi orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah (al Muqarrabin).
Mungkin kita masih ingat tentang berita dari Jawa Tengah yang sangat mencengangkan beberapa bulan yang lalu, ketika seorang Wakapolwiltabes Semarang ditembak mati oleh anak buahnya gara-gara ia dipindah tugasnya dari tempat yang “basah” ke tempat yang “kering”, padahal kalau disadari dengan baik bahwa rizki, celaka, jodoh, pati itu adalah takdir Allah Swt. Kita wajib menerimanya dengan ikhlas dan ridho. Seekor anjing binatang yang hina bisa seperti itu. Bisakah para pejabat kita ridho dan ikhlas apabila suatu saat dipindah tugaskan ke tempat yang lebih “kering”? harus bisa dan pasti bisa.
Ridho terhadap ketentuan Allah adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap orang yang beriman kepadaNya. Sebagaimana Allah Swt.berfirman:
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ
“ Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mu'min.” Qs. At Taubat: 62

Meridhoi segala ketentuan Allah atau merasa puas atas segala ketentuan Allah merupakan sebuah tuntunan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang benar-benar beriman kepada Allah. Namun demikian, tuntunan ini sering dirasa berat oleh kebanyakan orang. Sehingga tidak jarang terjerumus menyesalkan ketentuan Allah yang ditimpahkan kepada diri kita. Aspek-aspek kehidupan setiap orang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu tidak luput menyebabkan iri diantara setiap orang.
Belajar dari kehidupan anjing, ternyata binatang ini mampu mensikapi ketentuan Allah atas dirinya dengan suka hati dan ridho. Sehingga ia tidak pernah menyesali takdirnya meskipun harus di tempat-tempat yang paling hina sekalipun. Ia tidak pernah mendengki siapapun atas nasibnya yang demikian. Kalau anjing saja bisa ridho terhadap ketentuan Allah, bagaimana dengan kita?
6. Memandangi setiap orang yang memandanginya sampai dilemparkan kepadanya sesuap makanan. Inilah sebagian akhlak orang masakiin.
Orang ikhlas kepada Allah, ia pantang berputus asa untuk selalu berdo’a, berharap dan mohon ampun kepada Allah, hingga mendapatkan apa yang diutarakan.
Berakhlak masakin berarti kebiasaan membutuhkan orang lain atau pihak lain. Dan pihak lain yang dibutuhkan itu derajatnya lebih tinggi. Orang yang beriman akan tahu bahwa yang senantiasa memandanginya adalah Allah Swt. Dan ia pun tahu bahwa kalau di sisi Allah terdapat apa saja yang ia butuhkan. Maka ia tidak akan pernah menoleh kepada yang lain. Selama hidupnya senantiasa memandangi keagungan Allah sampai akhir hayatnya, sampai Allah Swt. menganugerahkan pahala untuk kehidupannya di akhirat nanti.
7. Kalaupun diusir dan ditaburi debu, ia tak akan marah dan mendendam tuannya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang asyik (rindu bertemu tuhan).
Orang-orang yang selalu merindukan bertemu Allah, ia akan istiqomah, tidak takut dengan situasi apapun, bahkan apabila ada kejadian yang tidak mengenakan menerpa dirinya, ia ikhlas menerimanya karena bagi dia bertemu Allah adalah tujuan utamanya.
Dengan rasa cinta yang mendalam, seseorang akan merasa ikhlas berbuat apa saja demi kesenangan pihak yang dicintainya. Kata pepatah lama, ”cinta membutuhkan pengorbanan”. Tetapi pengorbanan itu baru akan diperjuangkan manakala cintanya itu cinta murni. Begitu halnya dengan cintanya kepada Allah. Semakin dalam cintanya kepada Allah, niscaya semakin dalam nilai pengorbanan dan semakin tinggi keikhlasannya dalam berjuang meninggikan agama Allah.
8. Jika tempatnya ditempati oleh orang lain, ia rela menyingkir ke tempat yang lain. Inilai sebagian tindakan orang-orang yang terpuji.
Orang yang terpuji adalah orang yang tepo seliro. Ia rela pindah ke tempat lain, apabila kedudukannya ditempati orang lain yang lebih layak darinya. Dia selalu introspeksi diri dan memandang bahwa segala sesuatu kehendak Illahi, yang menerpa dirinya, itulah yang terbaik menurut Allah yang mengatur perjalanan seluruh isi alam jagat raya ini.
Tindakan anjing tersebut sangat berbeda dengan manusia pada umumnya.yang berambisi mencari posisi atau jabatan yang disukainya. Setelah posisi itu berhasil didudukinya, maka ia pun berhasrat untuk mempertahankannya secara mati-matian. Apalagi jika posisinya itu sangat menguntungkan bagi pribadinya atau posisi yang basah, maka segala upayapun ia lakukan demi mempertahankan posaisinya. Walaupun dengan cara-cara yang tidak qur’ani. Na’udzu billah min dzalik. Selayaknya orang yang beriman merasa malu kepada seekor anjing.
9. Apabila diberi makanan sebesar apapun, ia rela menerimanya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang Qona’ah.
Ia selalu rela menerima rizki yang datang dari Allah, sebesar apapun. Ia selalu syukur apabila mendapat nikmat dan sabar apabila menerima musibah. Qona’ah merupakan akhlak mahmudah; merasa diri kecukupan terhadap rizki yang Allah berikan, berapapun (besar-kecil)nya selalu cukup karena disyukuri. Orang yang memiliki sifat Qona’ah adalah orang yang kaya sesungguhnya, walaupun dia kelihatan miskin. Sebaliknya orang yang tidak memiliki sifat qona’ah adalah orang yang miskin sesungguhnya, walaupun dia kelihatan kaya. Banyak sekali hadits Nabi Saw yang memerintahkan agar kita mempunyai sifat Qona’ah, diantaranya adalah: “Qona’ah itu perbendaharaan yang tidak akan lenyap” dalam hadits lain “Kekayaan itu bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (Qona’ah).” HR. Bukhori dan Muslim. Hadits di atas diperkuat lagi oleh hadits berukut: “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rizkinya cukup, dan merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah SWT.” (HR. Muslim)
10. Apabila bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain, ia tidak pernah membawa bekal yang diada-adakan, melainkan menurut kemampuannya. Inilah ciri-ciri orang yang tawakal kepada Allah.
Menurut al Ghazaly dalam Ihya’ ’Ulum al Diin, tawakkal merupakan pintu dari pintu-pintu keimanan, dan tidak ada keimanan kecuali dengan tawakkal. Beberapa dalil perintah dan keutamaan tawakkal adalah sebagai berikut:
Allah berfirman : “Barangsiapa yang Tawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan rizkinya.”, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal”., ”Dan kepada Allah lah maka bertawakkallah, jika kalian orang yang beriman”.
Dari beberapa uraian di atas kiranya dapat diambil suatu hikmah atau pelajaran bahwa setiap orang yang beriman tidak boleh merasa paling hebat, sehingga merendahkan orang lain. Jangan lupa setiap manusia dan makhluk Tuhan lainnya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Seekor anjing yang selalu direndahkan dan jadi sasaran oleh sebagian masyarakat Cirebon, ternyata mempunyai kelebihan yang sangat luar biasa dahsyatnya. Dan dari 10 keistimewaan anjing tersebut apabila diamalkan dengan serius oleh setiap muslim pasti akan melahirkan kesalehan individu yang berakibat kepada kesalehan sosial.
C. Kedudukan Anjing dalam Hukum Islam
Mayoritas Ulama Fiqh (jumhur ulama) telah bersepakat bahwa binatang anjing adalah binatang yang dikatagorikan najis sama halnya dengan babi. Secara bahasa najis adalah suatu nama yang ditunjukan kepada setiap benda yang dianggap kotor.(al Juzairy: 1990). Sedangkan menurut istilah adalah kotoran yang wajib dibersihkan oleh setiap orang Islam apabila kotoran tersebut mengenainya. (Sayid Sabiq: 1983).
Imam Nawawi Al-Bantani mengklasifikasikan binatang ini sebagai binatang najis mughalazhah (najis sangat berat) yang kedudukannya lebih tinggi tingkat kenajisannya selain najis mukhaffafah (najis sangat ringan) dan najis mutawassithah (najis sedang). Sehingga, apabila sebuah bejana terkena jilatan binatang anjing ini cara membersihkannya harus tujuh kali dan salah satu diantara yang tujuh tersebut harus ada yang dicampur dengan tanah atau debu.(baca hal.40-45). Adapun yang dimaksud dengan jilatan (al wulugh) di sini menurut Imam Taqyudin dalam Kifayatul Akhyar adalah meminum dengan ujung lidahnya. Berikut ini penulis mencoba menguraikan beberapa pendapat fuqaha tentang kedudukan binatang anjing dalam hukum Islam.
Hasbi ash Shiddieqy (1997) menyebutkan dalam bukunya Hukum-hukum Fiqh Islam, bahwa menurut Syafi’i anjing itu najis, dan dibasuh bejana yang dijilati anjing tujuh kali, karena najisnya. Begitu juga pendapat Ahmad. Kata Abu Hanifah: anjing itu najis, tetapi dalam membasuh itu cukup dibasuh seperti membasuh najis lainnya. Apabila keras persangkaan kita bahwa najis itu bersih, cukuplah, walaupun hanya baru sekali saja dituang air. Kalau belum, haruslah terus menerus dibasuh, walaupun sampai 20 kali. Kata Malik: Anjing itu suci, tidak bernajis jilatannya. Akan tetapi membasuh itu suatu ibadah. Para Imam yang tiga sependapat menetapkan bahwa apabila anjing memasukkan kakinya ke dalam bejana, wajiblah membasuhnya tujuh kali, seperti keadaan jilatannya. Malik hanya menyuruh membasuh bejana yang dijilati anjing saja.
Abdul Rahman al Juzairy (1990) berpendapat bahwa binatang anjing hukumnya najis secara mutlak berdasarkan hadits nabi Saw. :
طهور اناء احدكم ادا ولغ فيه الكلب ان يغسله سبع مرات اولاهن باالتراب (رواه مسلم)
“ Sucikan bejana salah seorang diantaramu apabila terjilat anjing dengan membasunya tujuh kali, yang pertama diantara yang tujuh dicampur dengan tanah/debu. (HR. Muslim)
Pendapat ini diperkuat oleh Imam Asy Syairazy dalam al Muhadzab bahwa apabila seekor anjing menjilat bejana atau masuk anggota badannya (dalam kondisi basah), maka bejana tersebut tidak suci sehingga dibasuh tujuh kali dan salah satu diantara yang tujuh dicampur dengan tanah/debu.
Begitu juga menurut pendapat al Ghazaly dalam al Wajiz dan Ibn Rusydi dalam Bidayat al Mujtahidnya. Sementara Sayid Sabiq (1983) berpendapat tentang hukum rambut anjing menurut pendapat yang kuat adalah suci, karena tidak ada satu dalil pun yang menetapkan bahwasannya najis.
BAB III
P E N U T U P

A. Kesimpulan
Setelah memaparkan beberapa pokok bahasan dan berpijak pada uraian serta pembahasan dalam makalah ini, Penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Dilihat dari beberapa karyanya, Imam Nawawi Al Bantani sudah menunjukkan seorang sufi yang cerdas. Beliau banyak memiliki tulisan dibidang tasawuf yang dapat dijadikan sebagai rujukan standar bagi seorang sufi. Kitab-kitab tasawuf yang biasa dikaji di beberapa Pesantren di Cirebon khususnya paling tidak ada tiga karya yang sangat monumental, yaitu: mishbah al zhulam, qami’ al tughyan, dan salalim al fudhala. Dalam kitab-kitab tersebut Imam Nawawi Al Bantani banyak sekali merujuk kitab Ihya’ ’Ulumuddin al Ghazali. Bahkan kitab ini merupakan rujukan penting bagi setiap tareqat. Pandangan Tasawufnya meskipun tidak tergantung pada gurunya (pamannya sendiri) Syaikh Abdul Karim, seorang ulama tasawuf asal Jawi yang memimpin sebuah organisasi tareqat, namun atas pilihan karir dan pengembangan spesialisasi ilmu pengetahuan yang ditekuni, serta tuntunan masyarakat, beliau tidak mengembangkan metode tarbiyah tasawuf seperti guru-gurunya. Ketasawufan Imam Nawawi Al Bantani dapat dilihat dari pandangannya terhadap keterkaitan antara praktek tariqat, syari’at, dan hakikat sangat erat. Untuk memahami lebih mudah dari keterkaitan ini, beliau mengibaratkan syari’at dengan sebuah kapal, tariqat dengan lautnya, dan hakikat merupakan intan dalam lautan yang dapat diperoleh dengan kapal berlayar di laut. Dalam proses pengamalan syari’at dan tariqat merupakan awal dari perjalanan seorang sufi. Sedangkan hakikat adalah hasil dari syari’at dan tariqat. Pandangan ini mengindikasikan bahwa Imam Nawawi Al Bantani tidak menolak praktek-praktek tariqat selama tariqat tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at ajaran Islam. Bagi Imam Nawawi Al Bantani tasawuf adalah berarti pembinaan etika (adab). Penguasaan ilmu lahiriah semata tanpa penguasaan ilmu batin akan berakibat terjerumus dalam kefasikan. Sebaliknya seseorang berusaha menguasai ilmu batin semata tanpa dibarengi ilmu lahir akan terjerumus ke dalam zindiq. Jadi keduanya tidak dapat dipisahkan dalam upaya pembinaan etika (adab). Selain itu ciri yang menonjol dari kesufiannya adalah moderat. Sifat moderat itu terlihat ketika beliau diminta fatwanya oleh Sayid Utsman binYahya, orang arab yang menentang tariqat di Indonesia, tentang tasawuf dan praktek tariqat yangb disebutnya dengan sistem durhaka. Beliau menjawab dengan hati-hati tanpa menyinggung perasaan Sayid Utsman binYahya. Karena beliau tahu bahwa di satu sisi memahami masyarakat Jawa yang senang dengan dunia spiritual, di satu sisi tidak mau terlibat langsung dalam persoalan politik.
2. Menurut pemikiran Imam Nawawi al Bantani bahwa di dalam diri seekor anjing terdapat sepuluh sifat keteladanan, yang diantaranya patut dimiliki oleh setiap insan yang beriman, yakni : Gemar mengosongkan perut. Inilah salah satu sifat orang yang sholeh, Tidak tidur malam hari kecuali sedikit saja. Hal ini menjadi salah satu sifat dari orang-orang ahli Tahajud, Kalupun sehari ia diusir seribu kali, ia tak akan hengkang dari pintu rumah tuannya. Inilai salah satu sifat dari orang-orang sidik, Bila ia mati pantang meninggalkan warisan yang berlebihan. Inilah ciri-ciri orang Zuhud, Selalu merasa puas meski menempati bumi di tempat yang paling hina sekalipun. Inilah salah satu tanda dari orang-orang yang ridho terhadap ketentuan Allah, Memandangi setiap orang yang memandanginya sampai dilemparkan kepadanya sesuap makanan. Inilah sifat orang yang sabar, Kalaupun diusir dan ditaburi debu, ia tak akan marah dan mendendam tuannya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang asyik (rindu bertemu tuhan), Jika tempatnya ditempati oleh orang lain, ia rela menyingkir ke tempat yang lain. Inilai sebagian tindakan orang-orang yang terpuji, Apabila diberi makanan sebesar apapun, ia rela menerimanya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang Qona’ah, dan Apabila bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain, ia tidak pernah membawa bekal yang diada-adakan, melainkan menurut kemampuannya. Inilah ciri-ciri orang yang tawakal kepada Allah Swt.
3. Mayoritas Ulama Fiqh (jumhur ulama) telah bersepakat bahwa binatang anjing adalah binatang yang dikatagorikan najis sama halnya dengan babi. Secara bahasa najis adalah suatu nama yang ditunjukan kepada setiap benda yang dianggap kotor. Sedangkan menurut istilah adalah kotoran yang wajib dibersihkan oleh setiap orang Islam apabila kotoran tersebut mengenainya. Imam Nawawi Al-Bantani mengklasifikasikan binatang ini sebagai binatang najis mughalazhah (najis sangat berat) yang kedudukannya lebih tinggi tingkat kenajisannya selain najis mukhaffafah (najis sangat ringan) dan najis mutawassithah (najis sedang). Sehingga, apabila sebuah bejana terkena jilatan binatang anjing ini cara membersihkannya harus tujuh kali dan salah satu diantara yang tujuh tersebut harus ada yang dicampur dengan tanah atau debu. Adapun yang dimaksud dengan jilatan (al wulugh) di sini menurut Imam Taqyudin dalam Kifayatul Akhyar adalah meminum dengan ujung lidahnya. Berikut ini penulis mencoba menguraikan beberapa pendapat fuqaha tentang kedudukan binatang anjing dalam hukum Islam. Hasbi ash Shiddieqy menyebutkan dalam bukunya Hukum-hukum Fiqh Islam, bahwa menurut Syafi’i anjing itu najis, dan dibasuh bejana yang dijilati anjing tujuh kali, karena najisnya. Begitu juga pendapat Ahmad. Kata Abu Hanifah: anjing itu najis, tetapi dalam membasuh itu cukup dibasuh seperti membasuh najis lainnya. Apabila keras persangkaan kita bahwa najis itu bersih, cukuplah, walaupun hanya baru sekali saja dituang air. Kalau belum, haruslah terus menerus dibasuh, walaupun sampai 20 kali. Kata Malik: Anjing itu suci, tidak bernajis jilatannya. Akan tetapi membasuh itu suatu ibadah. Para Imam yang tiga sependapat menetapkan bahwa apabila anjing memasukkan kakinya ke dalam bejana, wajiblah membasuhnya tujuh kali, seperti keadaan jilatannya. Malik hanya menyuruh membasuh bejana yang dijilati anjing saja.
Abdul Rahman al Juzairy berpendapat bahwa binatang anjing hukumnya najis secara mutlak berdasarkan hadits nabi Saw. :
طهور اناء احدكم ادا ولغ فيه الكلب ان يغسله سبع مرات اولاهن باالتراب (رواه مسلم)
“ Sucikan bejana salah seorang diantaramu apabila terjilat anjing dengan membasunya tujuh kali, yang pertama diantara yang tujuh dicampur dengan tanah/debu. (HR. Muslim)
Pendapat ini diperkuat oleh Imam Asy Syairazy dalam al Muhadzab bahwa apabila seekor anjing menjilat bejana atau masuk anggota badannya (dalam kondisi basah), maka bejana tersebut tidak suci sehingga dibasuh tujuh kali dan salah satu diantara yang tujuh dicampur dengan tanah/debu.
Begitu juga menurut pendapat al Ghazaly dalam al Wajiz dan Ibn Rusydi dalam Bidayat al Mujtahidnya. Sementara Sayid Sabiq berpendapat tentang hukum rambut anjing menurut pendapat yang kuat adalah suci, karena tidak ada satu dalil pun yang menetapkan bahwasannya najis.
B. Saran - saran
Setelah mempelajari sepuluh nilai dari kesalehan seekor anjing berdasarkan pemikiran Imam Nawawi al Bantani, maka Penulis berkehendak memberikan beberapa saran dan harapan kepada :
1. Masyarakat Indonesia khususnya umat Islam agar jangan pernah menyakiti seekor anjing. Karena walaupun binatang ini najis, tetapi banyak hal yang patut diteladani dari watak atau prilaku seekor binatang anjing ini.
2. Masyarakat Cirebon hendaknya tidak menjadikan atau menyalahkan binatang anjing sebagai pusat kekesalan (kambing hitam) ketika mempunyai suatu masalah yang dianggap negatif. Jangan lupa anjing adalah makhluk Allah Swt. seperti halnya manusia, apabila disakiti berkali-kali, ia juga pasti marah.
3. Masyarakat Cirebon hendaknya mengambil pelajaran (hikmah) dari prilaku seekor anjing. Bahwa setiap makhluk Allah Swt. disamping diberikan kekurangan juga diberikan kelebihan oleh Allah Swt. Untuk itu, jangan pernah menghina atau menyakiti orang lain karena alasan kekurangan yang ada pada seseorang.
Demikian uraian dari makalah sederhana ini Penulis sampaikan kepada seluruh kaum muslimin dan muslimat, dengan harapan karya yang kecil dari seorang anak pesantren ini bisa bermanfaat bagi seluruh anak bangsa dan negara guna terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan bermartabat. Semoga .










DAFTAR PUSTAKA


Abd al Rahman al Juzairy. Kitab al Fiqh ’ala al Madzahib al Arba’ah jld 1. Bairut: Dar al Fikr.1990
Al Syairazy. Al Muhadzab fi Fiqh al Imam al Syafi’i. Semarang: Thoha Putra. tt
Al Imam Taqyuddin. Kifayat al Akhyar. Surabaya: Piramida. tt
Al Ghazaly. Al Wajiz fi Fiqh Madzhab al Imam al Syafi’i. Bairut: Dar al Fikr. tt
Cholid Narbuko, Drs. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. 2007
Departemen Agama. Al Qur’an dan Terjemah. Jakarta: 2007
Ibn Rusydi. Bidayat al Mujtahid. Bandung: Nur Asia. tt
Imam Nawawi al Bantani. Syarhu Kaasyifatus Saja ’alaa Safiinatin Najaa Fii Ushuuulid Dinii Walfiqhi, Semarang: Thoha Putra. tt
M. Hasbi ash Shiddieqy, Prof. DR. Hukum-hukum Fiqh Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.1997
M. Ishom el Saha, M.Ag. Intelektualisme Pesantren. Pengantar: M. Tholkhah hasan. Jakarta: Diva Pustaka. 2003
Sayid Sabiq. Fiqh al Sunnah jld 1. Bairut: Dar al Fikr. 1983
Zamakhsyari Dhofier, DR. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai. Jakarta: LP3ES. 1985

Tiada ulasan: