Translate

Jumaat, 21 Mei 2010

A. Pengertian Transplantasi Organ Tubuh
Transplantasi organ tubuh ialah memindahkan salah satu organ tubuh orang lain yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan salah satu organ tubuh orang lain yang tidak sehat atau tidak berdaya secara optimal, setelah diobati dengan prosedur medis maupun non medis.
Pencangkokan organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada waktu ini adalah : mata, ginjal, dan jantung, karena ketiga organ tubuh tersebut sangat penting fungsinya untuk manusia, terutama sekali ginjal dan jantung. mengenai donor mata pada dasarnya dilakukan, karena ingin membagi kebahagiaan kepada orang yang belum pernah melihat keindahan alam ciptaan Allah ini, ataupun orang yang menjadi buta karena penyakit.
Untuk mengembalikan orang yang buta karena penyakit,adalah merupakan suatu kebahagiaan juga bagi donor dan bagi si penerimanya (resipien).
Orang yang menderita penyakit mata (buta sejak lahir), ginjal dan penyakit jantung, tentu mengharapkan uluran tangan dari pada donor, yaitu donor mata, ginjal dan jantung.
B. Bentuk-bentuk Transplantasi Organ Tubuh
Dilihat dari segi bentuknya, transplantasi dapat dilakukan dalam tiga keadaan :

 Transplantasi dalam keadaan hidup. Transplantasi semacam ini memerlukan penelitian dan seleksi yang cermat, baik pada pendonor maupun yang didonor.
 Transplantasi dalam keadaan hidup koma. Transplantasi semacam ini, pencangkokan memerlukan alat bantu untuk menunjang kehidupan pendonor, misalnya alat pernafasan.
 Transplantasi dalam keadaan mati. Transplantasi semacam ini dinilai sangat ideal, karena secara medis pendonornya hanya tinggal menunggu kapan anggota badannya dianggap masih hidup atau telah mati agar dapat ditransplantasikan anggota badannya kepada orang lain yang memelukan.
kalangan agamawan memandang, ketiga organ tubuh dan ketiga bentuk transplantasi tersebut tidak dilakukan adalah ketika pendonor dalam keadaan hidup koma, dengan alasan tidak boleh membuat mudhorot pada dirinya dan tidak boleh pula membuat mudhorot orang lain. Transplantasi tipe ini lebih dominan mudhorotnya, karena mengambil organ tubuh orang yang dalam keadaan hidup koma berarti akan mempercepat kematiannya.
C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh
Manusia wajib berikhtiar mencari obat untuk mengobati penyakit demi memprtahankan hidupnya, tetapi hidup dan mati adalah rahasia Allah. Justru itu manusia dilarang mencabut nyawa orang lain dengan jalan apapun, atau tidak berusaha mempercepat matinya orang lain. Pelaksanaan transplantasi tidak dalilnya didalam Al-qur’an (larangan atau bolehnya), sehingga secara logis hukum islam membolehka. kerenanya, islam membenarkan empat landasan hukum, yaitu : Al-qu’an, hadist, qiyas dan ijma’, namun qiyas dan ijma’ yang dihasilkan seseorang (ijtihad fardi) maupun yang dihasilkan secara kolektif (ijtihad ummah).
Transplantasi organ tubuh tidak ada dalilnya di dalam al-quan dan hadist (perintah atau larangan), maka dimungkinkan menggunakan kaidah ushul untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaannya ,
“Pada dasarnya segala sesuatu boleh sehingga ada dalilyang menunjukan keharamannya”.
“Disamping itu, pelaksanaan transplantasi bertujuan untuk kamaslahatan”.
kedua kaidah tersebut kiranya dapat dijadikan landasan antisipasi terhadap masalah-masalah yang timbul di tengah-tengah masyarakat islam sebagai konsekuensi modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara dalilnya di dalam al-qur’an ddan hadist tidak ditemukan. dengan demikian jalan satu-satunya adalah kaidah ushul. karena pelaksanaan transplantasi berdampak positif dan bernuansa tolong menolong, maka hukum islam tetap membolehkan. dalam konteks itu Allah berfiman yang artinya: dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (Q.S. 5:3)
dilihat dari sisi lain dapat dikemukakan sebuah hadis yang nuansanya sama dengan ayat diatas yaitu:
“ Dari Abi hurairoh ra. Rasulullah Saw. bersabda sebaik-baik manusia ialah yang member manfaat kepada manusia lainnya”. (HR. Bukhari)
“ Dari syuraikh ra. rasulullah Saw. bersabda : Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, sahabat bertannya siapa hai Rasulullah, Rasulullah Saw, menjawab, yaitu seseorang yang tidak memberikan rasa aman kepada tetangganya”
(HR. Bukhari).
Subtansi kedua hadist diatas tersebut menjelaskan bahwa pelaksanaan transplantasi dimaksudkan agar organ tubuh yang di trasplantasi itu memberikan manfaat kepada orang lain, tidak memberikan komplikasi penyakit yang justru lebih para dari sebelumnya. Di samping itu, organ tubuh yang tidak memberikan gangguan kejiwaan bagi sipendonor. karenanya, menurut hukum islam ada dua syarat yang wajib dipenuhi dalam melakukan transplantasi yaitu :
• Penerima pendonor berada dalam kondisi darurat, namun sebelumnya ia telah berusaha melakukan pengobatan melalui medis maupun nonmedis.
• Pelaksanaan transplantasi tidak mengakibatkan komplikasi penyakit bagi sipendonor dan tidakmemberikan gangguan kejiwaan bagi sipendonor dan todak memberikan gangguan kejiwaan bagi sipendonor.
mengacu pada kedua syarat tersebut secara analog terakomodasi dalam ayat berikut
               •      
Artinya : “Ayat mana saja yang Kaminasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya, tidaklah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah kuasa atas segala sesuatu. (Q.S Al-baqoroh : 106).
Terminology genetik Hadist dan ayat diatas dapat dijadikan dalil terhadap pelaksanaan transplantasi organ tubuh, seperti mengganti/ membuang organ tubuh yang tidak berfungsi dengan organ tubuh yang masih berfungsi jika hal itu dibutuhkan. Sementara menurut indikasi medis berada dalam kondisi yang prima, bahkan berada pada salah satu dari kondisi diatas.
Kemudian ada lagi persoalan lain yang dipertimbangkan, yaitu mengenai donor dan resipien yang berlainan agama,dan organ tubuh yang dicangkokan itu berasal dari hewan yang diharamkan seperti babi.
Kekhawatiran orang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang berlainan agama ataupun kepada orang yang berbuat maksiat, memang cukup beralasan. Sebab, bila resipien dapat tertolong dengan organ tubuh itu, berarti perbuatan maksiatnya akan berkelanjutan. menolong orang yang berlainan agama juga demikian. Orang yang selama ini buta, tetapi karena dia menerima mata, kemungkinan ia akan melihat yang maksiat. Dosa-dosa inilsh dikhawatirkan akan dipikul oleh oleh para donor itu.
Kekhawatiran itu akan terjawab oleh ayat-ayat berikut, Allah berfirman :
       •         
Artinya : Dan bahwa manusia itu tidak memperoleh selain apa yang ia usahakan. Dan bahwa usahanya itu kelak kan diperlihatkan. Kemudian akan diberi balasannya dengan balasan yang paling sempurna (An-najm : 39-41).
Allah berfirman :
     
Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain ( An-Najm : 38)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, bahwa seorang akan mendapat balasan sesuai dengan balasannya di dunia. Demikian juga, dosa orang lain pun tidak menjadi tanggung jawabnya.
Disamping itu hendaknya diingat pula, bahwa yang salah bukannya tubuh itu, tetapi pusat pengendali, yaitu pusat urat saraf.
Adapun mengenai organ tubuh binatang yang diharamkan yang dicangkokkan kepada manusia, ada dua pendapat, yaitu haram dan tidak haram dalam keadaan darurat.
Hukumnya halal (mubah), karena darurat dan tidak ada jalan lain lagi, yang dapat ditempuh, sejalan dengan kaidah hukum islam yaitu : “ (keadaan) darurat itu membolehkan (hal-hal) yang dilarang.
Nabi bersabda : “Dari Syuraikh ra Rasulullah Saw. bersabda : Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan sesuatu penyakkit, kecuali dia juga meletakkan penyenbuhannya selain penyakit tua”. (HR. Hambal).
D. Kesimpulan
Jadi, seperti yang kita ketahui mengenai pencangkokan organ tubuh, tidak perlu mempersoalkan para pendonor dan resipiennya, karena tujuannya untuk kemanusiaandan dilakukan dalam keadaan darurat. Sama halnya dengan tranfusi darah, tidak persoalkan pendonor dan juga resipiennya.

Tiada ulasan: